Site icon Kantor Berita Kalimantan

Mari Bersikap Adil Terhadap Hasil Pilkada Banjarbaru 2024

Hj Erna Lisa Halaby. (Foto : Istimewa)

Suara Rakyat Banjarbaru: Membela Pilihan yang Sesuai Aturan

KBK.News, BANJARBARU – Pemilihan kepala daerah (Pilkada) adalah salah satu wujud nyata dari demokrasi yang memberikan hak kepada rakyat untuk memilih pemimpin mereka secara langsung.

Namun, dalam setiap tahapan Pilkada, banyak dinamika yang terjadi yang mempengaruhi keberlanjutan perjalanan para paslon.

Salah satunya terlihat dalam dinamika Pilkada di Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan, yang diwarnai polemik akibat diskualifikasi salah satu pasangan calon (paslon).

Fakta Hukum di Balik Diskualifikasi Paslon Aditya Mufti Ariffin – Said Abdullah (02)

Tahapan Pilkada Kota Banjarbaru menghasilkan 2 paslon yang akan bertanding pada kontestasi Pilkada serentak 2024. Dalam perjalanannya, Paslon 02 pertama kali melaporkan pak Wartono calon wakil Walikota dari Paslon 01 kepada Bawaslu kota Banjarbaru tetapi kemudian dihentikan karena tidak dapat dibuktikan, sehingga di hentikan Bawaslu Banjarbaru.

Kemudian Pak Wartono melaporkan paslon 02 kepada Bawaslu Provinsi Kalimantan Selatan dengan dalil pelanggaran terkait pada Pasal 71 ayat 3 dan ayat 5 pada Undang-undang Pilkada.

Paslon nomor 02 dinyatakan terbukti dan memenuhi unsur-unsur pelanggaran sebagaimana Pasal 71 ayat 3 Undang-Undang Pilkada oleh Bawaslu Provinsi Kalimantan Selatan, karena perbuatan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan Aditya mufti arifin sebagai walikota terstruktur sistematis dan masif . Pasal ini mengatur larangan bagi pejabat publik untuk melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu pasangan calon dalam pemilu/Pemilihan.

Pelanggaran ini berujung pada rekomendasi diskualifikasi dari Bawaslu provinsi Kalimantan Selatan yang kemudian diikuti oleh SK pembatalan pencalonan yang dikeluarkan oleh KPU kota Banjarbaru. Langkah yang dilakukan ini telah sesuai dengan aturan hukum dan mekanisme yang berlaku dalam Undang-Undang Pilkada.

Paslon yang terdiskualifikasi memiliki hak untuk menggugat SK pembatalan dari KPU kota Banjarbaru tersebut ke PTUN ataupun Mahkamah Agung, tetapi sayang nya paslon 02 tidak menempuh jalur hukum ini. Hal ini meninggalkan keputusan diskualifikasi tersebut sebagai keputusan final yang mengikat.

Namun, setelah paslon 02 didiskualifikasi karena terbukti melakukan pelanggaran. Paslon terdiskualifikasi membangun opini yang terorganisir dan menyudukan Paslon 01 di masyarakat bahwa dia mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan terzalimi.

Padahal, keputusan diskualifikasi itu adalah hasil investigasi penanganan pelanggaran Bawaslu Provinsi Kalimantan Selatan yang dapat dibuktikan sehingga menghasilkan rekomendasi diskualifikasi dan kemudian ditindak lanjuti oleh KPU kota Banjarbaru dengan mengeluarkan surat keputusan pembatalan paslon 02.

Tuduhan dan narasi yang menyudutkan bahwa paslon 01 dianggap sebagai perusak proses demokrasi di kota Banjarbaru adalah sebuah tuduhan yang tidak adil dan tidak bisa dibuktikan, karena Paslon 01 sendiri hanyalah peserta Kontestasi Pilkada yang mengikuti bagaimana aturan dibuat dan kemudian diterapkan.

Jika paslon 02 merasa keputusan ini tidak adil, mereka seharusnya menggugat ke jalur hukum, seperti PTUN atau Mahkamah Agung. Sayangnya, mereka memilih untuk tidak menggunakan hak tersebut. Jadi, kenapa sekarang menyerang paslon 01 yang hanya mengikuti aturan?

Soal Suara Tidak Sah: Aturan Tetaplah Aturan

Ada yang menyebutkan bahwa suara tidak sah lebih banyak dari suara yang diperoleh paslon 01. Hal ini dijadikan alasan untuk mempertanyakan legitimasi kemenangan paslon 01.

Tapi mari kita kembali pada aturan dan juknis KPU yang mengatur tentang bagaimana status suara bagi Paslon yang terdiskualifikasi pada PKPU no 17 tahun 2024 dan juga KKPU no 1774 tahun 2024: aturan sudah jelas, suara untuk calon yang didiskualifikasi dianggap tidak sah. Hukum/aturan yang dibuat mengikat bagi setiap warga Negara.

Jika merasa ada aturan yang tidak adil, Negara kita menyediakan jalur untuk menggugat Undang-undang tersebut, jangan kemudian menarasikan diri sebagai orang yang dirugikan. Siapa yang melakukan pelanggaran dan bisa dibuktikan, maka tolong terima konsekuensi dengan sikap dewasa.

Saya standing applaus dengan sikap paslon 01 bu Hj. Lisa Halabi yang tetap tenang dan tidak membalas cercaan dan hinaan yang dituliskan di setiap postingan aktivitas pada akun medsos beliau, bahkan di tengah tekanan dan fitnah yang dilontarkan.

Karena tentu hal tersebut sangat berat bagi beliau pribadi dan juga keluarga beliau. Saya yakin bahwa beliau mengikuti kontestasi Pilkada kota Banjarbaru ini tidak hanya ingin menang, tetapi juga ingin membawa perubahan positif bagi Banjarbaru. Sikap tenang mereka menghadapi serangan di media sosial menunjukkan bahwa mereka fokus pada apa yang benar, bukan pada drama.

Kami sebagai bagian dari masyarakat kota Banjarbaru hanya ingin mengingatkan masyarakat Banjarbaru untuk tidak mudah terbawa oleh opini yang tidak berdasar, apalagi banyak opini terbentuk karena hasutan dan provokasi dari masyarakat diluar kota Banjarbaru yang tidak mempunyai kepentingan langsung dengan kemajuan kota idaman yang kita cintai. Kita punya aturan yang menjadi dasar rujukan.

Pilkada ini sudah dijalankan sesuai aturan, dan hasilnya adalah keputusan resmi yang harus dihormati. Orang yang terdiskualifikasi berarti adalah orang yang melakukan pelanggaran, apakah kita akan termasuk kelompok orang yang membela ‘pelanggar aturan ?’ semoga aja tidak.

Kami berharap masyarakat bisa melihat ini dengan kepala dingin. Mari kita dukung pemimpin yang bekerja sesuai aturan dan punya visi untuk masa depan Banjarbaru. Demokrasi akan berjalan baik jika kita semua mau menghormati prosesnya.

Penulis – Ridho : Pemerhati Demokrasi Banjarbaru

Exit mobile version