Menyoroti hak kesehatan masyarakat di saat pandemi Covid-19 dan ditengah pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Kalimantan Selatan (Kalsel).
Oleh : Rahmad Ihza Mahendra
Sejak terkonfirmasi kasus pertama positif COVID-19 di Kalimantan Selatan pada 22 Maret 2020, maka jumlahnya terus bertambah. Hal ini menjadikan Kal-sel berada pada status zona merah dengan pasien positif tertinggi di pulau Kalimantan.
Kebijakan demi kebijakan terus digodok, hingga diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada beberapa wilayah. Dibalik kebijakan tersebut, ada permasalahan yang sangat seksi untuk di bahas, yaitu berkenaan dengan hak kesehatan warga negara terkhusus masyarakat Kal-sel.
Setiap orang berhak atas kesehatan, kalimat ini bukan hanya sebuah kata – kata yang hanya di jadikan slogan tempelan di sudut-sudut tempat fasilitas pelayanan kesehatan. Tetapi, hal ini merupakan tanggungjawab negara dan harus memberikan penuhan atau secara all out kepada seluruh masyarakat.
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Istilah sehat di lingkungan sehari-hari lazimnya digunakan untuk mendeskripsikan suatu keadaan dapat bekerja dan beraktifitas secara normal.
Adapun definisi sehat secara yuridis tertuang dalam UU Pokok Kesehatan No.9 tahun 1960 pasal 2, yaitu keadaan yang meliputi kesehatan badan ( jasmani ), rohani (mental), dan sosial. Selain itu bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan.
Hak atas kesehatan merupakan bagian dari hak asasi manusia. Didalam hukum nasional yang menjamin hak atas kesehatan tertuang pada pasal 28A UUD 1945 yang menyebutkan, semua orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Kemudian hal itu juga ditegaskan lagi oleh pasal 28H ayat 1, bahwa setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Lebih lanjut lagi, jaminan negara terhadap hak atas kesehatan warganya ada di Undang -Undang No.30 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Didalam UU ini secara eksplisit lagi dituangkan dalam Undang – Undang No. 39 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Secara umum, ada tiga bentuk kewajiban negara untuk memenuhi hak atas kesehatan. Pertama, menghormati hak atas kesehatan, dalam hal ini menjadi attensi pokok bagi negara adalah tindakan dan kebijakannya. kedua, melindungi hak atas kesehatan, dalam konteks ini kewajiban pokok negara adalah melakukan langkah-langkah di bidang legislasi atau tindakan lainnya yang bisa menjamin persamaan akses terhadap jasa kesehatan. Ketiga, memenuhi hak atas kesehatan, dan untuk memenuhi hak ini pemerintah harus melakukan hal yang berkaitan dengan penyediaan fasilitas kesehatan, pelayanan kesehatan, informasi dan pendidikan yang berkaitan dengan kesehatan.
Lantas bagaimana dengan kewenangan pemerintah daerah Kal-Sel dalam kewajibannya mememuhi hak atas kesehatan ini ?
Sejak diberlakukannya Undang – Undang Nomor 22 tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah, kesehatan merupakan salah satu aspek yang diatur dan diurus oleh pemerintah daerah, pada awalnya bersifat top-down (dari pusat ke daerah). Tetapi kini menjadi bottom-up (dari daerah ke pusat).
Semakin banyaknya pasien positif C0VID -19 di kalsel tentunya akan menuntut lebih tinggi kinerja pemerintah khususnya pemerintah daerah dalam menjaga hak atas kesehatan masyarakat. Untuk itu pemerintah daerah tidak hanya berdiam diri dalam menghadapi masalah ini.
Keputusan untuk menerapkan PSBB pun sudah diambil, namun tidaklah cukup hanya dengan kebijakan ini, dalam menekan penyebaran dan penularan COVID-19 ini. Sebab, dibutuhkan lebih banyak rapid test atau metode screening awal untuk mendeteksi antibodi, yaitu IgM dan IgG, yang di produksi oleh tubuh untuk melawan virus COVID-19.
Dari data BPS Provinsi Kalsel yang diupdate terakhir 27 februari 2018 jumlah total penduduk Kal-Sel sebanyak 3,6 juta jiwa. Sedangkan hingga terakhir tanggal 1 Mei 2020 baru 3.800 orang menjalani rapid Test.
Melihat dari sifat virus ini yang menyebar dengan sangat cepat, maka sangat diperlukan dengan cepat mendeteksi orang-orang yang terpapar. Ketersedian alat rapid test di Kalsel sangat diperlukan dengan tujuan yang pertama agar bisa segera menangani dan membantu proses recovery, dan yang kedua supaya menghambat dan menekan penyebarannya.
Berkenaan dengan hak kesehatan masyarakat, rapid test ini merupakan hak yang dimiliki oleh seluruh masyarakat, terutama masyarakat Kalsel. Seperti yang telah di sebutkan diatas, ada tiga kewajiban pemerintah terkait hak atas kesehatan, dalam konteks ini, erat kaitannya dengan kewajiban untuk memenuhi hak atas kesehatan masyarakat.
Pemerintah harus memenuhi hak atas kesehatan diantaranya seperti menyediakan fasilitas, kebutuhan pangan, informasi yang transparan, dan tidak lupa juga pelayanan pra kondisi kesehatan. Dimasa pandemik ini sebenarnya pemerintah daerah di Kalsel memang berupaya untuk memenuhi hak-hak ini, namun secara konteks fakta lapangan terlalu banyak yang belum sesuai dengan hak kesehatan masyarakat.
Hal lainnya, masih banyak masyarakat yang tentunya masih belum teredukasi mengenai COVID-19, masyarakat dengan jumlah yang besar masih tidak mengetahui secara jelas terkait wilayah sebarannya. Terkait ini dan banyak yang tidak dipenuhi hak atas kesehatan, yakni apakah mereka terinfeksi virus atau tidak, sehat atau tidak.
Bagaimana hak kesehatan lain yang perlu di soroti adalah pada saat diberlakukannya PSBB yang saat ini sedang berlangsung? Terkait hal ini patut dipertanyakan keseriusan pemerintah daerah dalam menerapkan kebijakan ini, mengingat fakta di lapangan, pembatasan sosial yang ada di Kota Banjarmasin hanya seperti sebuah kalimat yang di raungkan tapi tak dilaksanakan secara all out.
Sebagai contoh, dari dalam tim tugas pelaksanaan PSBB itu diduga terdapat adanya konflik internal seperti penarikan anggota oleh Dinas Perhubungan Kota Banjarmasin.
Apa yang telah tersirat dan diuraikan sebelumnya memang ada kendala dalam pelaksanaan, misalnya keterbatasan alat rapid test yang di distribusikan oleh pusat.
Semestinya, pemerintah daerah tidak diam dan duduk berpangku tangan dengan permasalahan ini. Sebab, pemerintah daerah punya kewenangan seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang otonomi daerah untuk menyediakan alat rapid test sendiri dan mendistribusikannya untuk masyarakat.
“Intinya melalui Undang-Undang tersebut pemerintah daerah punya kesempatan untuk melakukan akselerasi untuk menyelamatkan masyarakat”
Mengingat hak atas kesehatan merupakan bagian dari hak asasi manusia, sebagai penyelenggaraan pemerintah hendaknya mengeluarkan kebijakan- kebijakan yang terbaik demi masyarakat Kalsel. Hal ini sangat penting agar hak atas kesehatannya bisa terpenuhi dan dilaksanakan secara profesional dan disiplin yang tinggi.
[penci_related_posts title=”Berita Menarik Lainnya Klik Saja Dibawah Ini” number=”5″ style=”grid” align=”none” displayby=”recent_posts” orderby=”random”]
[sliders_pack id=”24564″]
[sliders_pack id=”24644″]