JAKARTA – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) meminta negara memberikan perlindungan holistik bagi para jurnalis dari serangan dan ancaman terlebih jelang Pemilu 2024.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mendorong negara mengambil tanggung jawab dalam melindungi jurnalis. Apalagi menjelang Pemilu 2024, tren serangan dan ancaman yang dihadapi jurnalis kian kompleks juga meningkat jumlahnya.
Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito mengatakan, selama ini tanggung jawab terhadap keselamatan jurnalis sebatas dibebankan pada perusahaan media, organisasi profesi dan, Dewan Pers. Padahal menurutnya, peran pelbagai pihak pun tak kalah penting untuk sama-sama memastikan perlindungan terhadap jurnalis.
Itu sebab Sasmito mengungkapkan, perlu sebuah mekanisme perlindungan nasional secara holistik bagi kerja-kerja jurnalis.
“Kita jangan lupa, negara ini juga memiliki tanggung jawab yang sama untuk melindungi jurnalis. Kita perlu terobosan baru,” tutur Sasmito pada acara penutupan peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia dan 25 Tahun Reformasi di Indonesia di Jakarta, Senin (29/5/2023).
“Kita bisa mendorong sebuah mekanisme nasional, bagaimana lembaga-lembaga negara di Indonesia seperti LPSK, Komnas HAM, Komnas Perempuan, KSP, Ombudsman dan lain-lain, kita bisa membuat mekanisme secara bersama-sama, karena kita tahu, dengan menyelamatkan pers, kita juga menyelamatkan demokrasi,” imbuh Sasmito.
Senada diungkapkan USAID Deputy Mission Director in Indonesia (Wakil Direktur USAID Indonesia), Erin Nicholson. Siapapun saat ini tak dapat mengabaikan kondisi bahwa terlalu banyak pemerintah di dunia yang menggunakan represi untuk membungkam kebebasan berekspresi. Di antaranya termasuk intimidasi, penahanan jurnalis dan, pembatasan internet.
Padahal, lanjut Erin, kemerdekaan pers sangat penting terutama selama Pemilu. Kemampuan jurnalis untuk menyampaikan informasi yang akurat dan independen akan mampu memberdayakan publik dalam membuat keputusan secara tepat.
“Kemerdekaan pers dalam Pemilu bukan cuma soal prinsip, tapi juga perkara menjamin proses demokrasi yang adil dan transparan. Jadi mari bekerja sama untuk melindungi dan mempromosikan kebebasan pers, sehingga jurnalis dapat terus memainkan peran penting mereka,” kata Erin.
Bukan hanya bagi jurnalis, menurut Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, perlindungan bagi organisasi media juga penting untuk dipikirkan. Ia mengakui hingga kini belum ada sistem dan mekanisme perlindungan tersebut. “Itulah kenapa kemudian periode ini pimpinan bersepakat untuk membangun satu sistem antara lain dengan melibatkan LPSK,” ucap Ninik.
“Dan LPSK memang harus siap-siap. Jangan dibayangkan kekerasan pada jurnalis itu bentuknya hanya fisik pada orang, karena selama ini hanya fisik. Ya dilindungi, diberi pendampingan hukum, tapi perlindungan pada pers berbeda, salah satunya perlindungan pada website/portalnya,” ia melanjutkan.
Selain itu, Ninik menambahkan, tanggung jawab memberikan perlindungan sebenarnya bukan hanya kewajiban pemerintah pusat melainkan juga pemerintah daerah. Karena itu pula, Dewan Pers mengusulkan penilaian Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) kelak juga akan mempertimbangkan kebijakan pemda dalam mendukung atau melindungi pers.
Rekomendasi Mekanisme Perlindungan Holistik
Pada acara diskusi publik bertajuk “Perlindungan Keamanan Holistik bagi Jurnalis Jelang Pemilu” yang didukung USAID dan Internews tersebut, Sekjen AJI Indonesia Ika Ningtyas memaparkan rekomendasi AJI mengenai mekanisme perlindungan nasional bagi jurnalis yang diadopsi dari Dewan Eropa.
Rencana aksi nasional ini terdiri atas empat pilar keamanan jurnalis antara lain pencegahan, perlindungan, penuntutan dan, promosi.
“Ini perlu dileading juga oleh Dewan Pers dengan bekerja sama dengan lembaga negara lainnya yang memiliki layanan-layanan untuk melindungi jurnalis,” ungkap Ika Ningtyas.
Pencegahan atau preventif berupa kerangka kerja legislatif yang komprehensif untuk melindungi kebebasan berekspresi dan hak mengakses informasi. Fokusnya, untuk mencegah ancaman terhadap keselamatan jurnalis.
Aspek perlindungan atau protection meliputi mekanisme penegakan hukum yang efektif, perlindungan bagi korban seperti mekanisme evakuasi dan respons cepat.
Aspek penuntutan atau prosecution adalah investigasi terhadap pembunuhan, serangan dan perlakuan buruk yang harus dilakukan dengan cepat, efektif, imparsial, serta tunduk pada pengawasan publik. Adapun pilar promosi atau promotion berupa distribusi informasi, pendidikan dan peningkatan kesadaran serta pengembangan kerja sama dengan koalisi sipil untuk mempromosikan keselamatan jurnalis.
Ika Ningtyas pun menjabarkan beberapa poin tindakan untuk masing-masing pilar. Pilar pencegahan di antaranya dengan meninjau seluruh regulasi nasional ataupun daerah yang berpotensi menghambat pers; menyediakan mekanisme pengawasan yang efektif untuk memastikan independensi dan akuntabilitas kekuasaaan agar tak disalahgunakan; menjadikan hak jawab, hak koreksi dan penyelesaian sengketa ke Dewan Pers sebagai hukum utama di setiap regulasi yang berkaitan dengan sektor media; memastikan badan pengawas independen untuk mengawasi independensi dan etika media di tahun politik.
Sementara poin tindakan pada pilar perlindungan di antaranya menetapkan mekanisme dan kerja sama yang efektif dan berperspektif gender untuk mengevakuasi/relokasi, rumah aman, keamanan rumah bagi jurnalis dan keluarganya yang menjadi korban kekerasan; menetapkan mekanisme peringatan dini dan respons cepat seperti hotline atau platform online; menetapkan agar perusahaan media memiliki protokol keamanan yang efektif, menyediakan pelatihan, konseling dan asuransi bagi jurnalis; menyediakan safety fund, bantuan hukum, dukungan medis dan, dukungan pemulihan psikososial yang mudah diakses dan transparan.
Untuk poin tindakan pada pilar penuntutan meliputi pelatihan bagi hakim, jaksa, polisi dan otoritas terkait tentang kewajiban mereka di bawah hukum hak asasi manusia, peran jurnalis dan masyarakat demokratis serta isu-isu spesifik gender terkait keselamatan jurnalis; membentuk unit investigasi di tubuh kepolisian dan tim khusus di kejaksaan untuk menangani kejahatan-kejahatan serius terhadap jurnalis dan media; membentuk badan investigasi untuk menangani kasus yang pelakunya melibatkan polisi atau aktor negara/publik yang prominent; mengadopsi protokol khusus terkait investigasi dan penuntutan kejahatan terhadap jurnalis.
Poin tindakan yang mungkin dikerjakan untuk pilar promosi di antaranya kampanye dan sosialisasi pentingnya perlindungan terhadap jurnalis dan media independen, UU Pers, dan mekanisme sengketa pers; keselamatan jurnalis, termasuk isu-isu spesifik gender masuk dalam program pelatihan atau pendidikan jurnalisme, serta memperluas inisiatif literasi media dan informasi; memperluas kemitraan dengan masyarakat sipil untuk mempromosikan praktik-praktik terbaik dalam perlindungan jurnalis dan memutus impunitas.