Martapura : Tradisi Berdagang Papan Diatas Sungai Masih Jadi Pilihan Warga Banjar di Bantaran Sungai Martapura, misalnya di pasar tradisional Sungai Tabuk yang pada setiap Hari Sabtu atau akhir pekan menggelar penjualan papan dan balok kayu.
Sungai bagi warga Kota Banjarmasin dan Kabupaten Banjar sudah sejak dari zaman ke zaman masih menjadi salahsatu urat nadi transportasi sungai. Selain iti juga menjadi sarana untuk melakukan kegiatan ekonomi, diantaranya berdagang seperti Pasar Terapung Kuin dan Lok Baintan. Selain itu juga masih ada para pedagang papan terapung pada setiap Hari Sabtu atau akhir pekan di Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar.
Pasar papan diatas sungai ini masih menjadi salah satu tradisi warga Banjar untuk mendapatkan bahan bangunan dari kayu tersebut. Pasar papan diatas sungai yang ada di Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar kini masih tetap berlangsung dan ramai dengan para pembeli.
Menurut keterangan Aini salah seorang pedagang papan diatas sungai , ia bersama para pedagang papan lainnya membawa papan dari Kelurahan Alalak Banjarmasin dan pada setiap hari pasar di Sungai Tabuk untuk dijual sebagai bahan bangunan.
Menurut Aini, salahsatu alasan mereka menggunakan perahu dalam berdagang karena biayanya lebih murah ,terhindar dari kemacetan yang kerap terjadi, jika melewati jalan darat. Selain itu mengangkut dengan kapal dapat memuat papan lebih banyak.
” Mengangkut papan dan balok kayu dengan perahu motor dari Alalak hingga ke Sungai Tabuk, hanya membutuhkan 4 liter solar dan perahu bisa dimuati penuh dengan papan,” kata Aini (17/02/2018).
Aini juga menuturkan usaha berdagang kayu atau papan tidak semudah dahulu, sebab sekarang ini pemerintah melalui petugas Kepolisian dan Kehutanan sangat ketat mengawasi mereka, sehingga kayu susah didapat, dan kalaupun ada harganya menjadi lebih mahal.
” Mun bahari, kawa jua dapat unntung nang talumayan, mun wayahini, kawa batahan hidup gub syukur, ” jelasnya.
Para pedagang papan terapung ini mengaku hanya menjual kayu yang tidak dilarang oleh pemerintah, diantaranya kayu hutan biasa, tidak ada jenis kayu ulin atau meranti. Mereka juga tidak berani nekat menjual kayu yang harus memiliki izin untuk dijual secara bebas. Sebab, kalau ada yang masih nekat, maka tidak jarang berhasil ditangkap polisi, dan dituduh menjual kayu atau papan hasil pembalakan liar dan dihukum cukup lama.