Pembahasan Raperda DPRD Banjar tentang perubahan badan hukum PDAM Intan Banjar yang menjadi kewenangan Komisi II dinilai telah dibajak, karena dialihkan ke Pansus, Minggu (4/7/2021).
Rapat paripurna DPRD Banjar pada pekan lalu dengan agenda pembahasan Raperda perubahan badan hukum PDAM Intan Banjar dari BUMD menjadi Perseroda berlangsung panas. Dikatakan panas, sebab diwarnai dengan diusirnya politisi senior Partai Golkar, Antung Aman dari ruang rapat paripurna oleh pimpinan rapat paripurna, Akhmad Rizanie Anshari dari Partai Nasdem.
Persoalan lain dari dinamika politik di Gedung DPRD Banjar ini, yakni Komisi II DPRD Banjar merasa kewenangan mereka telah dibajak oleh komisi lainnya. Hal ini terutama untuk pembahasan perubahan badan hukum PDAM Intan Banjar tersebut.
Terkait hal ini, Anggota Komisi II DPRD Banjar, Saidan Fahmi menjelaskan, bahwa Raperda perubahan badan hukum PDAM Intan Banjar adalah amanah dari Undang -Undang 2003 Tahun 2014. UU ini, Tentang Pemerintahan Daerah juncto Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 Tentang Badan Usaha Milik Daerah.
Menurutnya, kedua peraturan tersebut mengamanahkan agar seluruh BUMD melakukan penyesuaian terhadap kedua peraturan tersebut, diantaranya harus berbentuk Perusahaan Umum Daerah (Perumda) atau berbentuk Perseroan Daerah.
“Karena saham kepemilikan PDAM Intan Banjar dimiliki oleh 3 daerah, yakni Provinsi Kalsel, Kabupaten Banjar, dan Kota Banjarbaru, maka secara yuridis tidak mungkin berbentuk Perumda. Karena itu pilihannya adalah Perseroda dengan saham kepemilikan Kabupaten Banjar minimal 51 Persen,” tegas politisi Partai Demokrat ini, Minggu (4/7/2021).
Polemik saat rapat paripurna pengambilan keputusan, kata Anggota Fraksi Demokrat ini, karena ada keinginan dari beberapa anggota dewan di luar komisi II agar pembahasan Raperda ini dibahas oleh Pansus. Padahal Raperda ini sudah masuk pada pembicaraan tingkat II, yakni paripurna pengambilan keputusan, mengingat Raperda ini sudah selesai difasilitasi gubernur.
Saidan menyatakan, bahwa kawan-kawan di Komisi II tidak ada persoalan, jika Raperda ini dibahas dalam bentuk Pansus sepanjang sesuai dengan tata tertib DPRD. Tetapi, saat ini bukan momentumnya lagi untuk menentukan apakah Raperda tersebut dibahas oleh Komisi, gabungan Komisi, atau Pansus.
” Kewenangan menentukan siapa yang membahas Raperda tersebut ada pada pimpinan DPRD dan itu sudah dilakukan oleh pimpinan pada tahap pembicaraan Tingkat I,” ujarnya.
Pada kesempatan Saidan menyarankan apabila ada usul terkait dengan alat kelengkapan DPRD yang akan membahas sebuah Raperda, sebaiknya disampaikan pada tahap pembicaraan Tingkat I. Hal ini dilakukan sebelum pimpinan DPRD menentukan AKD yang membahas Raperda tersebut, seperti dilakukan oleh Bapemperda, meskipun keputusan tetap ada pada pimpinan DPRD.
Anggota Komisi II DPRD ini mengaku, Ia sangat menyayangkan usulan para anggota dewan Lainnya yang menyarankan pembahasan Raperda oleh Pansus, karena disampaikan sudah bukan pada waktunya. Sebab, pimpinan DPRD sejak dari awal menunjuk komisi II untuk membahas Raperda tersebut.
Komisi II DPRD Banjar, beber Saidan, secara maraton telah membahas Raperda ini, mulai rapat internal, Rapat bersama eksekutif dan PDAM. Kemudian juga telah sharing dengan DPRD Banjarbaru untuk meminta masukan dan saran, serta membahas hasil fasilitasi Gubernur Kalsel.
” Apabila memang ingin dibahas oleh pansus silahkan saja, namun tahapan pembicaraan tingkat II dijalankan. Kemudian, jika para anggota DPRD menolak Raperda tersebut untuk dijadikan perda, baru kemudian eksekutif mengajukan kembali pada masa sidang berikutnya, sehingga ada kesempatan Raperda tersebut dibahas oleh Pansus”, pungkas Saidan Fahmi.
Terpisah, dilansir dari klikkalimantan.com, Rabu (30 /6/2021), Ketua Komisi II DPRD Banjar, Heru Pribadi sangat menyayangkan Raperda perubahan badan hukum PDAM Intan tidak disahkan. Ia juga menilai pembahasan terkait Raperda tersebut seharusnya sesuai dengan Tatib dan bukannya ‘Dibajak Ditengah Jalan’ seperti yang terjadi saat ini.
“Kami (Komisi II – Red) sangat menyayangkan apabila mekanismenya berjalan tidak sesuai aturan. Takutnya berdampak pada kasus-kasus selanjutnya yang bisa pula tiba-tiba dan “Dibajak’ di tengah jalan, sehingga rusaklah mekanisme yang ada,” pungkasnya.