MARTAPURA – Tuntutan dan desakan pemekaran Kabupaten Banjar untuk terbentuknya Kabupaten Gambut Raya semakin masif dan diklaim 100 persen tidak ada kendala, Minggu (2/1/2022).
Desakan dan tuntutan untuk pembentukan Kabupaten Gambut Raya dari pemekaran Kabupaten Banjar semakin gencar dan masif. Hal ini dilakukan sejumlah tokoh politik dan masyarakat dengan menyampaikan sejumlah alasan dan kajian akademik.
Kabar terbaru Ketua Panitia Penuntutan Pemekaran Gambut Raya Supian HK beserta sejumlah tokoh politik dan peneliti serta akademi dari ULM Banjarmasin menemui Bupati Banjar H Saidi Mansyur. Kedatangan rombongan ke Pendopo Sultan Adam ini menyerahkan sejumlah dokumen tentang tuntutan pemekaran Gambut Raya, Sabtu (1/1/2022).
Seusai menyerahkan dokumen untuk pemekaran Gambut Raya, Supian HK mengklaim tidak ada kendala untuk pemekaran Gambut Raya, bahkan didukung Bupati Banjar H Saidi Mansyur.
“Tidak ada hambatan, 100 persen Bupati Banjar mendukung, dan dari provinsi juga tidak ada masalah. apalagi tuntutan pemekaran ini sudah melalui kajian yang sesuai aturan,” ungkapnya.
Kecamatan yang akan dimasukkan dalam ke Kabupaten Gambut Raya, yakni Kecamatan Gambut, Sungai Tabuk, Kertak Hanyar, Aluh-Aluh, Beruntung Baru, dan Tatah Makmur. Kemudian 105 desa/kelurahan dengan berpenduduk lebih dari 200.000 jiwa.
Jauh sebelumnya, dikutip dari tempo. co, pengamat politik Universitas Gadjah Mada, AGN Dwipayana mengatakan, pemerintah diminta selektif menyikapi tuntutan pemekaran sejumlah wilayah.Persetujuan yang tidak didasari perhitungan yang matang diyakini bakal membebani anggaran negara.
“Pasti akan menjadi beban,” ujar pengamat politik Universitas Gadjah Mada, AGN Dwipayana, Jumat (24/6/2011).
Dwipayana menambahkan, kegagalan pemekaran wilayah terjadi karena logika yang digunakan berangkat dari logika elite penguasa. Para elite inilah yang secara politis mendesak proses pemekaran dengan berbagai alasan, seperti ketimpangan distribusi ekonomi dan argumen tentang politik identitas.
“Pemekaran pada akhirnya terjebak pada soal itu, banyak dialokasikan untuk kepentingan elitenya,” ujarnya.
Pemekaran wilayah, beber Dwipayana mestinya dilakukan secara bertahap. Sebelum dinyatakan sebagai daerah otonom, daerah tersebut mestinya menjalani proses transisi sebagai kota administratif.
“Kalau daerah itu gagal memfasilitasi layanan publik yang baik, maka jangan dipaksakan,” ujar pengamat politik UGM ini.