Pengamat : Sensitivitas Publik di Kalsel Bisa Meledak, Tuan Guru Jadi Benteng Penyejuk
KBK.News, BANJARMASIN – Aksi demonstrasi yang marak di Indonesia, termasuk di Kalimantan Selatan (Kalsel), dinilai sebagai hal wajar dalam iklim demokrasi. Namun, potensi ledakan bisa terjadi jika tuntutan publik menyentuh aspek fundamental kehidupan masyarakat.
Pengamat Politik dan Kebijakan FISIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Taufik Arbain, menilai sejumlah persoalan seperti kenaikan pajak, tingginya angka pengangguran, hingga stagnasi honor pegawai honorer telah menimbulkan sensitivitas di tengah masyarakat. Kondisi itu semakin kontras dengan kenaikan tunjangan wakil rakyat, pejabat pemerintah, hingga gaji BUMN.
“Sensitivitas ini menguat justru karena narasi elit yang dipanggungkan berseberangan dengan narasi rakyat. Masyarakat sudah lama berada dalam kondisi deprivasi relatif. Ketidakpuasan inilah yang kemudian melahirkan sikap berontak,” tegasnya.
Direktur Lembaga Survei Banua Meter ini menjelaskan, deprivasi relatif di era digitalisasi sangat rawan dimanfaatkan pihak tak bertanggung jawab melalui penggiringan opini publik. Jika tidak dikelola, tuntutan publik bisa bergeser ke aksi anarki berupa perusakan, penjarahan, bahkan pembakaran fasilitas umum.
Meski begitu, Taufik menilai Kalsel masih memiliki modal sosial yang kuat untuk meredam potensi tersebut. Peran pemerintah, perguruan tinggi, hingga tokoh agama khususnya para Tuan Guru diyakini mampu menjadi benteng terakhir dalam menyejukkan situasi.
“Kolaborasi elit daerah sangat penting, dengan pendekatan Narrative Policy Framework untuk memahami konstruksi sosial masyarakat Banua. Narasi menjaga Banua dari DPRD, Pemprov, hingga Pemkab/Pemkot, serta langkah aparat keamanan yang menggandeng tokoh agama, menjadi kunci agar aksi tetap kondusif,” jelasnya.
Koordinator Pascasarjana Magister Administrasi Publik FISIP ULM ini menekankan, pengalaman masa lalu harus menjadi pelajaran penting bagi elit daerah.
“Tentunya narasi elit dan kelompok tertentu yang kontraproduktif jangan sampai terulang. Alhamdulillah, masyarakat dan mahasiswa di Kalsel tetap mengedepankan substansi tuntutan, tidak latah seperti di daerah lain,” pungkasnya. (Masruni)