KBK.News, BANJARMASIN — Perempuan dari berbagai komunitas agama di Banjarmasin bersatu menyuarakan pentingnya merawat lingkungan sebagai bentuk ibadah.

Dalam diskusi publik bertajuk “Harmoni Agama dan Alam: Pengalaman Perempuan dan Lintas Iman” yang digelar di Klenteng Soetji Nurani, Jalan Veteran, Banjarmasin, Sabtu (24/5/2025) mereka menegaskan bahwa menjaga kebersihan bukan hanya soal fisik, tapi juga spiritual.

Acara ini merupakan kerja sama WALHI Kalimantan Selatan, LK3, PT Kaillimas Kharisma, Himpunan Mahasiswa Jurusan Studi Agama-Agama, Jaringan Gus Durian, KUPI, Komunitas Perempuan Interfaith, dan Perkumpulan Tridharma (San Jiao Hui).

“Perempuan adalah garda terdepan dalam menjaga bumi, dari rumah tangga hingga ke ruang publik.

Kesadaran spiritual dari setiap agama menjadi kekuatan penting untuk mendorong budaya bersih dan ramah lingkungan,” ujar Direktur WALHI Kalsel Raden Rafiq Sepdian Fadel Wibisono

Pemerintah Kota Banjarmasin melalui Kabag Organisasi Pemkot Banjarmasin, Dr. Eka Rahayu Normasari, ST, MM, M. SI mengapresiasi inisiatif ini. “Kami menyambut baik keterlibatan lintas iman.

Ini sejalan dengan program Banjarmasin Baiman yang menekankan nilai kebersihan sebagai bagian dari kehidupan beragama dan beradab,” katanya.

Sejumlah tokoh agama turut memberikan pandangan menyentuh Romo Albert menyampaikan bahwa dalam ajaran Katolik, kebersihan bukan hanya urusan fisik, tetapi juga jiwa. “Merawat lingkungan adalah perwujudan kasih terhadap ciptaan Tuhan. Jika kita mengotori bumi, berarti kita mengabaikan anugerah Tuhan yang suci. Kebersihan itu bagian dari iman yang hidup,” tuturnya.

BACA JUGA :  Diskusi Publik 'Bedah Otak' Dr Uhaib Di Kota Amuntai

Romo Sarwa dari komunitas Buddhis menekankan bahwa kebersihan merupakan bagian dari latihan batin dan kedisiplinan spiritual. “Kami diajarkan bahwa pikiran yang bersih harus sejalan dengan lingkungan yang bersih. Sampah adalah bentuk ketidaksadaran dan kelalaian, maka menjaga kebersihan adalah bagian dari praktik Dhamma sehari-hari,” katanya.

Sementara itu pendeta dari umat Hindu dari Pura Jagatnatha, Ida Istri Sri Laksmi Meta Shinta Lalita Dewi , mengaitkan kebersihan dengan prinsip Tri Hita Karana yang mengajarkan harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan. “Alam adalah manifestasi dari Tuhan yang harus dihormati.

Perempuan Hindu diajarkan untuk membersihkan pura, rumah, dan lingkungan sebagai bagian dari upacara suci. Maka menjaga alam bukan beban, tapi jalan dharma,” jelasnya.

Senada dikatakan Pdt. Tuah Kutuuni, M.Th., dari GKE Eppata, menegaskan bahwa merawat lingkungan adalah panggilan iman bersama. “Alam adalah anugerah Tuhan. Menjaganya berarti menjunjung kasih Tuhan yang telah memberi kita kehidupan. Saya sangat terkesan dengan keterlibatan perempuan lintas iman yang membawa suara keadilan bagi bumi,” katanya.

Diskusi ini memperkuat solidaritas lintas iman dan mendorong aksi nyata perempuan dalam menjaga lingkungan, dimulai dari kesadaran spiritual dan praktik sehari-hari.