Kantor Berita Kalimantan

Polda Kalsel Diminta Buka Police Line Dan Dahulukan Perkara Perdata

BANJARBARU – Penasehat hukum para sopir truk meminta Polda Kalsel mendahulukan kasus perdata dan membuka police line di Jalan Hauling Km 101 sesuai dengan janji mereka, Sabtu (18/12/2021).

Sengketa antara PT Antang Gunung Meratus dengan PT Tapin Coal Terminal yang berujung pada penutupan jalan Hauling di Km 101 belum berakhir. Akibatnya ribuan pekerja, khususnya para sopir truk tidak bisa bekerja akibat jalan ditutup dan dipasangi garis polisi (Police Line) oleh Polda Kalsel.

Sebelumnya para sopir dan keluarga sempat melakukan aksi unjuk rasa atas penutupan jalan, karena itu nekat memblokade jalan nasional. Karuan saja aksi ini menimbulkan kemacetan yang luar biasa dari arah Hulu Sungai dan sebaliknya, sehingga Polda Kalsel turun ke lapangan.

Kemudian Polda Kalsel berjanji kepada para sopir dan keluarga untuk membuka police line, namun hingga berita ini diturunkan police line belum juga dicabut.

Penasehat Hukum Para Sopir Truk Batu Bara Supiansyah Darham
Penasehat Hukum Para Sopir Truk Batu Bara Supiansyah Darham

Terkait persoalan ini, penasihat hukum para sopir yang sangat terdampak dari penutupan jalan, Supiansyah Darham mengatakan, para sopir berencana akan menuntut janji pembukaan portal dan police line. Untuk itu para sopir akan mendatangi Mapolda Kalsel guna mempertanyakan kejelasan dibukanya police line dan portal.

Seharusnya Polda Kalsel, ungkap Supiansyah Darham mendahulukan penanganan perdata dan kemudian barulah kasus pidananya. Permasalahan antara PT Antang Gunung Meratus (AGM) dengan PT Tapin Coal Terminal ( TCT ) sudah masuk ke Pengadilan dengan gugatan keperdataan di Pengadilan Negeri Rantau.

“Apalagi saat ini proses perdata telah bergulir dan berproses di Pengadilan Negeri Rantau, Kabupaten Tapin. Harusnya pihak Polda Kalsel mendahulukan perkara keperdataannya, jangan memaksakan perkara pidana yang di dahulukan,” tegasnya saat jumpa pers di Banjarbaru, Sabtu (18/12/2021) sore.

Supiansyah Darham juga memaparkan ada 4 peraturan yang diduga dilawan dalam kasus ini, yakni Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) RI Nomor 1 tahun 1956, Surat Edaran MA (SEMA) RI Nomor 4 tahun 1980.

Kemudian surat panduan dalam sistem penuntutan yang dikeluarkan oleh Kejagung nomor B-230/E/Ejp/01/2013 tanggal 22 Januari 2013, serta Peraturan Kapolri (Perkap) Pasal 61 dan 62.

Exit mobile version