Site icon Kantor Berita Kalimantan

Polisi Diminta Bertindak, Pernyataan Pendeta Saifudin Ibrahim Provokatif Dan Meresahkan Masyarakat

JAKARTA – Pernyataan Pendeta Saifudin Ibrahim yang viral di media sosial dinilai provokatif dan meresahkan, karena itu Menko Polhukam Mahfud MD minta agar polisi melakukan pemeriksaan, Kamis (17/3/2022)

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, meminta pihak Kepolisian Republik Indonesia segera menyelidiki pernyataan kontrovesial Pendeta Saifudin Ibrahim, karena bikin gaduh, meresahkan dan provokasi untuk mengadu domba antarumat beragama.

Menyusul pernyataan Kontrovesial seorang pendeta Saifudin Ibrahim meminta Kementerian Agama untuk menghapus 300 ayat Alquran yang viral di Medsos

“Karena komentar Pendeta Saifuddin Ibrahim bikin gaduh, bikin banyak orang marah, mengadu domba umat beragama. Polisi agar segera menyelidiki dan segera ditutup akunnya,” tandas Menko Polhukam, melalui update Kanal Youtube Kemenko Polhukam, Rabu (16/3/2022).

Menurut Menko Polhukam Mahfud MD, Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1968 yang diperbaharui dari UU Program Nasional Perumusan Standar.(PNPS) Nomor 1 Tahun 1965 oleh Presiden Soekarno tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama itu mengacam hukuman yang tidak main-main lebih dari lima tahun hukumannya.

Menko Polhukam menuturkan bahwa barang siapa yang membuat penafsiran atau memprovokasi dengan penafsiran suatu agama yang keluar dari penafsiran pokoknya. Ajaran pokok di dalam Islam adalah Alquran yang mempunyai ayat 6666, tidak boleh dikurangi. Apalagi dikurangi 300 ayat misalnya itu berarti penistaan terhadap Islam.

“Apalagi dia mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw bermimpi bertemu Allah dan sebagainya itu menyimpang dari ajaran pokok. Kita boleh berbeda pendapat tetapi jangan menimbulkan kegaduhan,” tegas Menko Polhukam.

Itulah sebabnya dulu, lanjut Menko Polhukam, bahwa banyak orang begitu banyak menafsirkan Al Quran, maka Presiden Soekarno membuat PNPS tahun 1965 yang mengancam bahwa siapa yang menodai agama lain agar dibawa ke pengadilan.

Menurutnya, saat ini sudah mulai masyarakat mencari pernyataan kontrovesial tersebut. Jangan seperti itu, tetapi harus PNPS. Etika orde lama (Orla) PNPS ingin direvisi lagi itu tetapi yang lolos agar tetap berlaku.

“Ketika saya menjadi hakim Mahkamah Konsitusi (MK) tahun 2020, ketika diuji di MK bahwa UU ini isinya benar cuma kalimat-kalimat supaya diperbarui oleh DPR tetapi sampai sekarang belum diperbarui artinya UU itu masih tetap berlaku,”katanya

Menko Polhukam mengajak masyarakat agar menjaga kerukunan umat beragama. “Kita tidak melarang orang berbicara tetapi jangan memprovokasi hal yang sensitif seperti itu,” ujarnya.

Sumber Foto: Tayangan Kanal Youtube Kemenko Polhukam

Sumber : infopublik.id 

Exit mobile version