KBK.News, YOGYAKARTA – Pihak Pondok Pesantren (Ponpes) Ora Aji di Kalasan, Sleman, DI Yogyakarta, membantah telah terjadi penganiayaan terhadap santri berinisial KDR (Kharisma Dimas Radea), warga Tabalong, Kalimantan Selatan, seperti yang ramai diberitakan.

Penasihat hukum Ponpes Ora Aji, Adi Susanto, menegaskan bahwa tidak ada penganiayaan sebagaimana dituduhkan. Menurutnya, insiden tersebut merupakan reaksi spontan dari para santri yang merasa kesal karena kehilangan uang akibat ulah KDR.

“Yang terjadi adalah perbuatan spontan, karena mereka mengetahui jika KDR adalah orang yang selama ini meresahkan.

Ke-13 santri yang sekarang dilaporkan dan ditetapkan sebagai tersangka justru merupakan korban pencurian,” ujar Adi, Jumat (30/5/2025).

Menurut Adi, para santri mengalami kehilangan uang dalam jumlah bervariasi, dari Rp20 ribu hingga Rp700 ribu. “Memang secara nominal tidak besar, tapi bagi para santri yang hidup mondok, uang itu sangat berarti,” tambahnya.

Pihak ponpes, kata Adi, sempat mengupayakan penyelesaian secara damai dengan keluarga KDR. Namun, upaya tersebut kandas setelah pihak korban disebut meminta kompensasi sebesar Rp2 miliar.

BACA JUGA :  Ayah Tiri Cabuli Anak Hingga Hamil 7 Bulan, Terungkap karena Sering Pingsan di Sekolah

“Angka itu jelas tidak masuk akal dan sulit dipenuhi. Setelah itu, kasus ini dilaporkan ke polisi,” kata Adi.

Setelah dilaporkan, ke-13 santri itu ditetapkan sebagai tersangka oleh Polresta Sleman.

Meski demikian, Adi menegaskan mereka tidak ditahan karena bersikap kooperatif dan sebagian masih di bawah umur.

Ia juga menyatakan bahwa pihaknya kini juga telah melaporkan balik KDR atas dugaan penggelapan uang hasil penjualan air galon.

“Saya juga menjadi kuasa hukum 13 santri tersebut. Mereka sudah melaporkan balik KDR ke polisi,” tegasnya.

Namun, kuasa hukum KDR, Heru Lestarianto, membantah klaim adanya mediasi atau permintaan kompensasi dari pihaknya. Ia menyatakan bahwa tidak pernah ada pembicaraan damai dengan pihak ponpes dan penganiayaan yang dialami kliennya harus diproses hukum.

Penulis*/ Editor Mercurius

(Dirangkum dari berbagai sumber)