
Paul Christian Susanto Direktur PT BGL didampingi Kuasa hukumnya, Bernard Doni (Foto Istimewa)
KBK.News, BANJARMASIN–Menanggapi isu yang beredar terkait kepemilikan aset, pengelolaan condotel, serta tanggung jawab hukum PT Banua Anugerah Sejahtera (BAS), PT Banua Guna Laksana (BGL) angkat bicara.
Paul Christian Susanto Direktur PT BGL yang dahulu tercatat sebagai pemegang saham, memberikan klarifikasi atas isu pengelolaan condotel Aston Banua yang kini berganti nama menjadi Grand Tan, agar tidak terjadi kesalahpahaman di masyarakat.”Dalam proses pengalihan piutang (cassie) yang terjadi pada Juli 2019 antara Bank CIMB Niaga dan Tn. Christbaby Kusmanto, hanya unit-unit yang belum dipasarkan atau dijual oleh manajemen yang menjadi objek pengalihan, bukan seluruh aset PT BAS,” katanya didampingi kuasa hukum Bernard Doni , Minggu (23/3/2025)
Fakta ini lanjutnya telah diperkuat dalam putusan perdata Nomor 18/Pdt.G/2021/PN Mtp. Oleh karena itu, klaim yang menyebutkan bahwa pihak tertentu memiliki keseluruhan aset PT BAS tidaklah benar, lanjutnya.
Terkait pengalihan saham, pada Januari 2020, PT BGL sepakat untuk menjual kepemilikan saham di PT BAS dan PT BGS kepada Tn Masbaby Kusmanto. “Atas penjualan saham tersebut maka segala hak dan tanggung jawab perusahaan beralih menjadi hak dan tanggung jawab Tn. Masbaby Kusmanto sebagai pemegang saham baru,” imbuhnya.
Dalam hal penerbitan SHMSRS (Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun), dikatakan Paul
tanggung jawab ini berada di bawah manajemen baru, yaitu PT BAS setelah RUPS 2020/2021.
Hal ini juga ditegaskan dalam putusan perdata Nomor 18/Pdt.G/2021/PN Mtp, yang menyatakan bahwa sertifikat SHGB yang dikuasai oleh pihak tertentu seharusnya diserahkan kepada PT BAS agar proses pemecahan sertifikat dapat segera dilakukan sesuai ketentuan hukum.
Kemudian dalam salinan perjanjian perdamaian tertanggal 30 Maret 2023, juga menerangkan proses pemecahan atau penerbitan sertifikat SHMSRS merupakan tanggung jawab menejemen baru PT BAS.
Sementara itu, terkait pembagian hasil pengelolaan condotel Aston Grand Banua, perlu dipahami, bahwa ada tiga entitas berbeda yang berperan dalam pengelolaan unit-unit condotel, yaitu PT BAS sebagai pengembang, PT. Banua Megah Sejahtera (BMS) sebagai pengelola awal, dan PT BGS sebagai pengelola sejak 2017.
Berdasarkan kesepakatan tahun 2014, skema pembagian hasil ditetapkan sebesar 80 persen untuk pemilik unit dan 20 persen untuk pengelola.
Namun, dengan berakhirnya kontrak pengelolaan antara PT BAS dan Aston Arcipelago pada Agustus 2024, dan perjanjian pengelolaan PT BGS dengan pemilik unit yang juga berakhir pada Juni 2024.
PT BGS dan PT BMS seharusnya bertanggung jawab untuk mengembalikan unit-unit condotel kepada para pemilik serta menyelesaikan hak bagi hasil yang belum diberikan.”Aksi protes yang dilakukan oleh para pemilik unit condotel pada 21 Desember 2024 mencerminkan adanya hak-hak pemilik yang belum dipenuhi oleh pihak pengelola sebelumnya.
Oleh karena itu, PT BGL mendukung upaya penyelesaian yang adil dan berbasis hukum agar hak-hak semua pihak, termasuk pemilik unit condotel, dapat terpenuhi sesuai dengan perjanjian yang berlaku,” tuturnya.
Sebagai langkah ke depan, PT BGL berharap menejemen baru PT BAS dan PT BGS untuk segera memberikan hak-hak para pemilik unit bekerjasama untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan baik, transparan, dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Perusahaan juga mengajak para pemangku kepentingan untuk menghindari penyebaran informasi yang tidak akurat, agar proses penyelesaian dapat berjalan dengan kondusif demi kepentingan bersama.
Berdasarkan informasi saat ini proses pemecahan atau penerbitan sertifikat telah diajukan kepada kantor pertanahan kabupaten banjar oleh manejemen baru PT BAS yang disaksikan oleh pengurus Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) dahulu bernama Perkumpulan Pemilik Condotel dan Penghuni Rumah Susun (PPCPRS),” tutupnya.
Penulis*/ Editor : Iyus