MARTAPURA – APERSI dan REI KALSEL berikan masukan di RDP Komisi III DPRD Banjar terkait rencana perubahan Raperda Nomor 14 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Perumahan, Kamis (6/1/2022).
Ketua Komisi III DPRD Banjar, Irwan Bora mengatakan, sebelum Rapat Dengar Pendapat (RDP) sudah beberapa kali diskusi dengan APERSI Kalsel dan DPD REI Kalsel. Selain itu juga dengan stakeholder terkait pembahasan Raperda Nomor 14 Tahun 2014 tentang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.
“Kita harapkan melalui diskusi dan RDP dapat memberikan masukan atau kontribusi pemikiran apa saja yang akan disempurnakan didalam Raperda. Kedepannya ini betul-betul menjadi lebih baik dan tidak menjadi masalah,” tegas Irwan Bora.
Kemudian Ketua APERSI Kalsel Muhammad Fikri mengatakan, tentang perlunya dilakukan pembahasan dengan stakeholder terkait Raperda perubahan terhadap Perda nomor 14 tahun 2014 tersebut.
“Salah satu hal yang menarik bagi kami diantaranya adalah hal permasalahan luasan kavling dan mengenai pemakaman. Nah kalau mengenai permasalahan lahan kavling itu kami keberatan selaku pelaku usaha yang banyak juga berinvestasi di Kabupaten Banjar,” jelasnya.
Ketua APERSI Kalsel lebih lanjut menjelaskan, dari pemaparan Raperda perubahan itu pihaknya mengetahui bahwa luasan yang ditetapkan oleh Perbup yang sudah diterbitkan untuk zona RTRW untuk di kota itu hanya 100 m2. Sedangkan untuk zona kawasan RTRW di pedesaan itu 128 m2.
“Tetapi yang disampaikan dari Raperda itu akan di plot dan dipukul rata 120 M2 yang tentunya itu memang memberatkan kami,” ungkapnya.
Muhammad Fikri menyatakan, perlu diketahui oleh pemerintah, pihaknya selaku pengusaha KPR (Kredit Pemilikan Rumah) untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) memiliki rumah. MBR dari pemerintah dalam 2 tahun terakhir tidak melakukan kenaikan harga jual rumah. Harga jual rumah MBR, masih tetap dipatok dengan harga 164,5 juta, bahkan untuk 2022 ini harganya tetap.
“Apabila ada kenaikan mengenai luas kavlingan, kami keberatan, karena harga tanah semakin mahal dan harga bahan bangunan sudah tidak bisa dikendalikan. Sedangkan kmai selaku pengembang dituntut tetap menjaga kualitas rumah,” keluhnya Fikri.