JAKARTA – Puluhan ribu karyawan Perhutani beserta elemen masyarakat dan pegiat lingkungan menggelar aksi demo selamatkan hutan di Pulau Jawa serta menggugat kebijakan Kebijakan Menteri LHK, Rabu (10/8/2022).
Kebijakan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mengurangi hampir separuh luas wilayah pengelolaan hutan produksi dan hutan lindung di Pulau Jawa oleh Perhutani memasuki babak baru. Setelah sebelumnya dikritik dan didemo oleh puluhan ribu karyawan Perhutani beserta elemen masyarakat lainnya, kini keputusan pemangkasan wilayah kelola Perhutani sebanyak 1,1 juta hektar dari total 2,4 juta hektar yang selama ini dikelola dengan baik oleh Perhutani harus menghadapi gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara. Sekitar pukul 14:50 WIB, gugatan dimaksud teregister di PTUN Jakarta dengan nomor Perkara 275/G/2022/PTUN.JKT.
Para Penggugat yang tergabung dalam Aliansi Selamatkan Hutan Jawa meminta kepada Menteri LHK agar membatalkan Surat Keputusan Nomor SK.287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022 tentang Penetapan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) pada Sebagian Hutan Negara yang Berada pada Kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Banten yang ditandatangani 5 April 2022 (SK 287/KHDPK).
“Hutan dan alam bukan warisan nenek moyang, tetapi titipan untuk anak cucu kita. Filosofi itulah yang menjadi salah satu concern, mengapa kami menolak kebijakan KHDPK. Pengelolaan hutan Jawa yang sudah baik, kami harap tetap dipertahankan agar tetap sustainable. Karena itu, kami mengambil keputusan untuk memperjuangkan hutan jawa dengan mengajukan gugatan di PTUN guna membatalkan SK 287/KHDPK, yang telah teregister di Kepaniteraan PTUN Jakarta tanggal 10 Agustus 2022,” ujar Mochamad Ikhsan, perwakilan salah satu penggugat.
Ikhsan menambahkan, keberhasilan reboisasi hutan oleh Perhutani bahkan diakui sendiri oleh Kementerian LHK, dimana dalam rekalkulasi penutupan lahan di Indonesia tahun 2020 yang diterbitkan KLHK (https://geoportal/menlhk.co.id), tutupan hutan Jawa (yang dikelola Perhutani) hanya kalah dari Papua. Sedangkan dibandingkan hutan di luar Jawa lainnya, tutupan hutan Jawa jauh lebih baik.
“Konflik sosial dan konflik lahan juga mulai terjadi di berbagai daerah sebagai imbas dari kebijakan KHDPK ini,” tegasnya.
Sementara itu, Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (INTEGRITY Law Firm) yang ditunjuk sebagai Kuasa Hukum Aliansi Selamatkan Hutan Jawa, menjelaskan, sebelum mengajukan gugatan, pihaknya telah mengajukan upaya administratif berupa keberatan kepada Menteri LHK. Selain itu juga mengajukan banding kepada Presiden Joko Widodo, tetapi keduanya mendapatkan respon negatif. Padahal, SK 287/KHDPK mengandung berbagai kecacatan serta ketidakabsahan dan seharusnya dibatalkan atau dinyatakan tidak sah.
“Setelah kami kaji secara seksama, SK 287/KHDPK memang problematik dan multi cacat, yaitu cacat wewenang, cacat prosedur dan cacat substansi. Ketiga syarat tersebut sangat mendasar dan karena itu dapat digunakan sebagai alasan pembatalan sebuah Keputusan Tata Usaha Negara,” ujar Denny Indrayana, kuasa hukum Aliansi Selamatkan Hutan Jawa di Jakarta, Rabu (10/8/2022).
Denny menjelaskan, sebagai sebuah kebijakan, SK 287/KHDPK jelas-jelas menabrak putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang UU Cipta Kerja, dimana salah satu amar putusannya menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja. Disamping itu, SK 287/KHDPK juga cacat prosedur karena diterbitkan tanpa sosialisasi, baik sebelum diterbitkan maupun pasca diterbitkan. Padahal, MK sendiri menegaskan, sosialisasi harus dilakukan secara baik dan proper, yang dikenal sebagai “meaningful participation” dan bukan formalitas semata.
Kemudian,Muhamad Raziv Barokah, Senior Lawyer Integrity Law Firm menambahkan, bahwa SK 287/KHDPK bertentangan dengan berbagai Asas Umum Pemerintahan Yang Baik sebagaimana diatur dalam UU Administrasi Pemerintahan. Selain itu, jika dilihat dari sisi substansi juga bermasalah karena diterbitkan pada wilayah kerja BUMN Kehutanan sehingga bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021.
“Dari sisi prosedur juga bertentangan dengan UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” ujar Muhamad Raziv Barokah, Senior Lawyer Integrity Law Firm.
Sebagai informasi, Aliansi Selamatkan Hutan Jawa sebagai penggugat SK 287/KHDPK terdiri dari Serikat Karyawan Perum Perhutani (SEKAR PERHUTANI), Serikat Pekerja dan Pegawai Perhutani (SP2P), Serikat Rimbawan Perhutani (SERIMBA-PHT), Serikat Rimbawan Pembaharuan Perhutani (SERIMBA-PPHT), Perkumpulan Bina Karya Patria, Lembaga Masyarakat Desa Hutan Sinar Harapan Kaledong (LMDH SINAR HARAPAN KALEDONG), serta beberapa perwakilan pegawai Perhutani dan elemen masyarakat.