BANJARMASIN – Sidang kasus korupsi fee proyek di Dinas PUPRP HSU semakin panas, saling serang antara mantan Plt Kadis PUPRP, Maliki melawan mantan atasan Bupati HSU Nonaktif, Abdul Wahid, Senin (13/6/2022).
Sidang PN Tipikor Banjarmasin perkara fee proyek di Dinas PUPR Hulu Sungai Utara (HSU) yang menghadirkan Maliki sebagai saksi kunci Maliki, sehingga sidang berlangsung panas. Mantan Kadis PUPRP HSU ini mengeluarkan kesaksiannya yang menyerang habis dan memberatkan mantan atasannya Bupati HSU Nonaktif Abdul Wahid, Senin (13/6/2022).
Maliki saat dicecar Jaksa KPK membongkar habis skandal korupsi fee proyek di Dinas PUPR HSU dengan menceritakan keterlibatan terdakwa Bupati HSU Nonaktif Abdul Wahid. Menurutnya, pada tahun 2020 ia bersama Kabid Bina Marga, Rahmani, Kabid Cipta Karya Abraham Radi, dan Kabid Jembatan Marwoto dipanggil Abdul Wahid dan bertemu di Mes Pemda.
Menurut Maliki, pada pertemuan inilah terdakwa, Bupati HSU Nonaktif, Abdul Wahid menyampaikan permintaan fee proyek 13 persen dari APBD Perubahan yang nilainya Rp 193 Miliar.
“Untuk Cipta Karya Rp 8 Milyar dan sisanya untuk Bina Marga Rp 183 Miliar, dan Bupati juga menyampaikan dengan perubahan anggaran itu dia meminta komitmen fee sebesar 13 persen,” jelasnya kepada Jaksa KPK dan Hakim PN Tipikor Banjarmasin.
Kemudian Maliki saat dicecar lagi oleh Jaksa KPK menyampaikan, bahwa dirinya beberapa kali menyerahkan uang komitmen fee proyek kepada terdakwa Abdul Wahid, melalui ajudannya Abdul Latif. Bahkan Maliki masih sebagai Kabid SDA.
Selanjutnya Maliki juga mengaku telah membayar Rp 500 juta kepada terdakwa agar diangkat sebagai Kepala Dinas PUPRP HSU yang ia bayar dalam 2 tahap.
“Ternyata saya hanya diangkat jadi pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas PUPRP HSU oleh Wahid,” ucap Maliki.
Bukan hanya itu, beber Maliki, untuk memindahkan istrinya saja dari Kasubag Program Setda HSU ke Kasi Dinas PTSP ia harus bayar.
” Tapi saat pelantikan isteri saya tidak juga di mutasi, hanya pelantikan selanjutnya baru ikut di mutasi,” ucap Maliki di ruang sidang PN Tipikor Banjarmasin ini.
Kemudian keterangan 2 saksi lainnya, yakni Marhaeni dan Fachriadi juga menguatkan keterangan Maliki. Mereka berdua menyampaikan, bahwa komitmen fee itu wajib kalau ingin dapat proyek di Dinas PUPR HSU.
Ketika giliran terdakwa Abdul Wahid diberikan waktu oleh majelis hakim, suasana menjadi makin panas. Karena Bupati HSU Nonaktif ini langsung menyanggah semua keterangan Maliki dan saksi lainnya.
“Semua itu bohong, Yang Mulia, sebab waktu pertemuan di Mes Pemda itu ada Marwoto menyampaikan ke saya, bahwa APBD Perubahan, baik di Bidang Cipta Karya atau Bina Marga itu yang mau kerjakan proyeknya adik Maliki, yakni Mahyuni. Kalau adik Maliki yang mengerjakannya, saya takutnya proyek itu tidak maksimal,” tegas Abdul Wahid.
Sidang makin panas, sebab terjadi saling serang dan menyalahkan antara mantan atasan dan bawahan dalam kasus korupsi fee proyek di HSU ini.
Sebelum sidang ditutup, Fachriadi melontarkan kata-kata yang membuat sidang ini menjadi lebih sengit.
“Saya mohon Pak Hakim, agar semua yang menyuap dijadikan tersangka semua, bukan hanya kami berdua saja, mestinya juga yang menerima suap, seperti Kabid Bina Marga, Cipta Karya, dan juga Marwoto, karena mereka itu ASN,” ucap Fachriadi.
Sidang dilanjutkan minggu depan dengan Agenda Sidang TPPU yang akan menghadirkan 4 orang saksi.