KBK.News, BANJARMASIN– Setelah sebelumnya sempat mengalami penundaan, sidang praperadilan antara Ibrahim tersangka TPPU sebagai pemohon melawan Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan (Polda Kalsel) akhirnya digelar hari ini, Senin (28/4) di PN Banjarmasin.

Sidang beragendakan pembacaan gugatan dari pihak pemohon yang berisi tujuh poin keberatan atas proses hukum yang dijalani pemohon.  Salah satunya terkait tidak sahnya penyelidikan dan penetapan tersangka yang dilakukan Dirkrimsus Polda Kalsel.

Menurut kuasa hukum pemohon, Husrani Noor SE SH, pihaknya terpaksa mempersoalkan perkara  ini karena   dinilai tidak sah. Pasalnya, penyelidikan terhadap pemohon dilakukan tanpa adanya laporan polisi yang menjadi dasar hukum tindakan penyelidikan.

Diungkapkan, sepanjang proses penyelidikan, termohon (penyidik) telah tiga kali melakukan pemanggilan terhadap pemohon. Pemanggilan tersebut dilakukan melalui Surat Undangan Klarifikasi.

“Dalam ketiga kesempatan tersebut, pemohon diperiksa dan diambil keterangannya dalam rangka penyelidikan atas laporan dari seorang bernama Akhmad Baidawi (pelapor),” ujar Rani usai sidang kepada wartawan, Senin (28/4).

Penyelidikan tersebut dilaksanakan berdasarkan Laporan Informasi Nomor: LI/73/V/RES.2.6/2024/Dit Reskrimsus tanggal 6 Mei 2024 dan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: SP.Lidik/85/V/RES.2.6/2024/DitReskrimsus tanggal 17 Mei 2024.

Pada tanggal 21 Oktober 2024 termohon menerbitkan  Laporan Polisi dengan Nomor: LP/B/120/X/2024/SPKT/POLDA  KALIMANTAN SELATAN tanggal 21 Oktober 2024.

Bahwa berdasarkan peristiwa diatas tersebut, ternyata termohon

melakukan penyelidikan terhadap laporan pelapor tanpa didahului adanya Laporan Polisi.

“Penyelidikan dilakukan termohon sejak bulan Mei 2024 namun Laporan Polisi baru diterbitkan pada tanggal 21 Oktober 2021, artinya penyelidikan dilakukan tanpa didahului dengan Laporan Polisi,” ujar Rani.

BACA JUGA :  Jaksa Tunda Tuntutan 70 kg sabu Kelompok Jaringan Fredy Pratama

Padahal jelas, menurut hukum acara yang berlaku, penyelidikan berarti  serangkaian tindakan mencari dan menemukan sesuatu keadaan atau

peristiwa yang berhubungan dengan kejahatan dan pelanggaran tindak  pidana atau yang diduga sebagai perbuatan tindak pidana.

“Karena penyelidikan terhadap pemohon dilakukan sebelum adanya Laporan Polisi, maka tindakan tersebut kami  anggap cacat hukum,” ujarnya.

Dan karena penyelidikan dilakukan tanpa LP, maka penetapan status tersangka terhadap pemohon  tegasnya dinilai tidak sah dan melanggar prinsip due process of law yang dijamin dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.

Dikatakan kalau kliennya ditetapkan sebagai tersangka pada 13 Februari 2025 atas dugaan pelanggaran Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 378 KUHP tentang Penipuan, dan/atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.

Untuk menguatkan permohonannya, Rani mengatakan akan menghadirkan saksi ahli pada sidang nanti.  “Terkait banyaknya kejanggalan  dalam permohonan ini, rencananya kita akan menghadirkam dua ahli yakni ahli hukum acara pidana  dan hukum perikatan perusahaan,” ucapnya.

Kasus ini menyoroti pentingnya prosedur formal dan substantif dalam proses peradilan pidana, khususnya dalam tahapan awal penanganan perkara guna melindungi hak asasi setiap warga negara dari tindakan sewenang-wenang aparat penegak hukum.