Site icon Kantor Berita Kalimantan

Soroti Pilwali Banjarbaru 2024, Pakar HTN : KPU dan Bawaslu Bekerja Dengan Baik

Pakar Hukum Tata Negara (HTN), Margarito Kamis. (Foto : Istimewa)

KBK.News, BANJARBARU – Pilkada Banjarbaru 2024 bukan hanya menjadi sorotan berbagai pengamat hukum dan politik di daerah Kalsel, tapi juga menjadi sorotan nasional, Senin (16/12/2024).

Akbar Faizal, seorang pengamat politik di kanal youtubenya bersama dengan Pakar Hukum Tata Negara (HTN), Margarito Kamis, membahas tentang polemik Pilkada kotak kosong dan juga Pilkada Kota Banjarbaru yang salah satu pesertanya dibatalkan menjadi calon Walikota dan Wakil Walikota Banjarbaru 2024.

Pada sesi pembahasan ini, Akbar Faizal mengawali dengan pelanggaran yang dilakukan oleh Aditya Mufti Ariffin yang menggunakan fasilitas pemerintah untuk keuntungan politik sebagaimana pasal Pasal 71 ayat 3 dan 4 yang menjadi dasar pembatalan.

Margarito Kamis, Pakar Hukum Tata Negara menyampaikan, dalam pandangan normatifnya, sebagaimana undang undang dalam pasal tersebut mengatakan bahwa yang bersangkutan anda tidak boleh melakukan seperti itu mengambil keuntungan secara politik dengan menggunakan fasilitas negara dan APBD yang bersumber dari rakyat, pilihannya hanya satu Bawaslu dan KPU mesti memenuhi perintah undang-undang.

Ia menjelaskan pemilu itu ada karena ada kehendak untuk memastikan agar pemerintah tidak ngawur tidak ngaco apalagi menggunakan sumberdaya rakyat untuk kepentingan dia sendiri, oleh karena itu pasal ini special tidak boleh di sepelekan.

“Betul ekspektasi kita untuk menciptakan pemerintah yang adil, dengan cara jangan anda macam-macam menggunakan sumberdaya politik dan segala macam untuk kepentingan anda, ini tidak akan berarti kalau tidak ada pasal ini,” katanya.

Hal ini menurutnya sangat penting dan urgen dan mesti ditaati dan dilaksanakan kepada siapa saja yang terbukti melakukan pelanggaran untuk kepentingan politiknya.

“Sudah betul ini KPU melaksanakan. Salah kalau KPU tidak membatalkan, salah malah, kalau cukup bukti petahana menggunakan fasilitas pemerintah untuk kepentingan dia, bagi saya KPU dan Bawaslu malah salah,” terangnya.

Selain itu ia juga menanggapi, soal cetak ulang surat suara baru yang sudah diatur dan ternyata kurang dari 30 hari sebelum pencoblosan, ia menyayangkan tidak ada regulasi yang mengatur itu, dan juga KPU tentu tidak memiliki anggaran untuk melakukan cetak ulang surat suara.

“Sejauh ini yang saya mengerti tidak ada rule yang mengatur hal ini (cetak suara ulang),” sebutnya.

Akbar kembali menanyakan, apakah hak Aditya dilanggar Karena banyak yang menanyakan kenapa diskualifikasi dilakukan saat proses kampanye dan di tahapan Pilkada, apalagi dihubungkan dengan partai pendukungnya yang hanya empat yang tidak memiliki banyak suara dihadapkan dengan partai pendukung Lisa-Wartono memiliki 13 partai.

Di satu sisi juga Lisa – Wartono juga kerepotan seakan akan mereka yang merancang hal ini, padahal mereka hanya mengikuti aturan yang dibuat oleh KPU, apalagi dikatakan bahwa koalisi partai Lisa-Wartono menjegal Aditya.

Kemudian penyelenggara pemilu yang juga ada dikatakan penyelenggara pemilu telah dipakai oleh partai-partai besar untuk menjegal Aditya, apa catatanmu?

Margarito menjawab, apabila ada yang mengatakan menjegal dan segala macam itu, biarkan saja, yang terpenting bisa dibuktikan, bahwa ini sudah by rules by regulation, kalau tidak by rules by regulation tuduh tuduh saja, kalau sudah sesuai undang-undang sudah sesuai aturan biarkan saja.

“Karena dalam pertarungan seperti ini kan anda pahamlah, selalu ada begitulah ada propaganda ini propaganda sana, ini serang sana, biasa dengan kata-kata yang tidak senang biasa sajalah, yang terpenting bagi saya objektif, rulesnya ada by regulation sudah lah,” tuturnya.

“Jadi bapak itu (Aditya Mufti Ariffin) yang kalah udah mendingan siapkan argumentasi untuk argumentasi hukum untuk data untuk pukul jangan au au au, kalau saya begitu,” ucapnya.

 

Dalam kasus ini ia kembali menekankan bahwa KPU dan Bawaslu sudah menjalankan tugasnya dengan baik, walaupun anggaran mereka dari APBD dibawah kepemimpinan sang petahana, namun penyelenggara tetap tegak pada aturan dan undang-undang yang berlaku.

 

“Mau suka atau tidak pembatalan ini sah, dengan segala hormat kepada bapak yang dibatalkan bahwa pembatalan ini sah, hukum itu menyediakan cara prosedur untuk orang yang tidak setuju dengan keputusan tersebut diberikan hak untuk mengoreksi ke PTUN atau ke Mahkamah Agung digunakan atau tidak, kalau tidak digunakan maka secara hukum anda harus dianggap menerima keputusan itu, mengikatkan tunduk kepada keputusan itu dan mengikatkan diri kepada semua konsekuensi hukum yang timbul dari keputusan itu, jadi selesai. Anda kehilangan kepentingan kehilangan hak dan secara konsekuansi anda kehilangan legal standing pergi ke Mahkamah Konstitusi,” paparnya.

Exit mobile version