Suku Paser di Kabupaten Panajam Paser Utara, Kalimantan Timur Gelar Ritual Adat Belian Untuk Persiapan Daerah Ini Menjadi Ibukota Negara Republik Indonesia, Sabtu (29/5/2021).
Kabupaten Penajam Paser Utara memang tak setenar Kutai Kertanegara. Maklum, kabupaten ini memang masih belia. Daerah ini merupakan daerah pemekaran yang diresmikan pada 2002 lalu.
Nama Penajam Paser menjadi terkenal setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi menetapkan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) sebagai tempat pemindahan ibu kota negara, Senin (26/8/2019). Lokasi pilihannya yaitu sebagian di Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Sejak penetapan itu berbagai persiapan telah dijalankan. Desain ibu kota negara baru pun telah rampung. Pada tahun ini, rencananya pemerintah bakal melakukan ground breaking. pembangunan di sana pun diprediksi kian menggeliat.
Paidah Riansyah (44), Ketua Laskar Pertahanan Adat Penajam Paser Utara bercerita tentang asal muasal nama Paser dan juga kebudayaan Suku Paser, suku asli yang mendiami Kabupaten Penajam Paser Utara.
Paser berasal dari kata “Pa” yang artinya terang. Sedangkan “Ser” berarti semangat. “Jadi kalau digabungkan, Paser itu semangat yang menyala-nyala,” kata Paidah.
Sedangkan Penajam merupakan nama kecamatan, sebelum daerah ini dimekarkan menjadi kabupaten pada tahun 2002.
Menurut Paidah, Penajam Paser Utara dihuni oleh Suku Paser sebagai suku asli. Suku Paser ini berbeda dengan Suku Dayak. Perbedaan itu nampak dari segi sejarah dan identitas, tetapi secara budaya memang ada persamaan antar keduanya.
“Suku Paser berasal dari peradaban yang namanya Bansu Tatau Datai Danum. Artinya masyarakat yang hidup di pantai, sungai, dan danau,” kata Paidah.
Peradaban itu menurunkan Suku Krawong. Konon suku ini punya ciri bertubuh tinggi dan besar. Suku ini diperkirakan mendiami wilayah Paser pada zaman pra sejarah (zaman purba).
Suku Krawong ini menghasilkan nama Paser Lembuyut dan Paser Saimpuak. Dari dua suku itu lahir kurang lebih 11 sub suku yakni Paser Pematang, Paser Adang, Paser Migi, Paser Bukit Buramato, Paser Pemuken, Paser Leburan, Paser Tajur, Paser Luangan, Paser Balik, dan beberapa lainnya.
Ritual Magis
Dalam sejarahnya, upacara Nondoi pertama kali dilaksanakan oleh Nalau Raja Tondoi. Ia merupakan salah satu raja yang pernah bertahta di Kesultanan Paser. Konon, pada suatu hari ada seorang pembantu kerajaan mendapat penyakit yang tak kunjung sembuh. Lalu sang Raja mendapat petunjuk untuk dapat menyembuhkan penyakit
tersebut dengan melakukan upacara Belian.
Belian berasal dari kata beli dan kelian. Beli dalam bahasa Paser berarti taring. Sedangkan kelian berarti sembuh atau mampu bangkit. Secara bebas, Belian bisa diartikan taring yang bisa menyembuhkan.
Belian merupakan upacara ritual yang dipercaya oleh masyarakat setempat secara turun temurun mempunyai kekuatan gaib, roh-roh nenek moyang para leluhur akan hadir dalam upacara ritual tersebut.
Ritual Belian biasanya dipimpin oleh mulung atau dukun adat. Dalam rangkaian prosesi belian, sang mulung akan mengenakan taring, sabang sambit namanya. Selain taring, mulung juga mengenakan gelang kuningan bernama gitang.
Berat satu gitang kuningan ini mencapai 2 kg. Masing-masing tangan mulung akan dipasangi dua gelang. Gelang ini harus masuk seluruhnya ke tangan mulung, jika tidak masuk maka ritual tersebut tidak direstui leluhur.
Setelah memasang gelang, mulung akan merapalkan doa-doa kepada leluhur. Iringan musik petep, sejenis gamelan/kenong, mengalun bertalu-talu sepanjang ritual ini dilaksanakan. Ritual bisa berlangsung semalam suntuk, biasanya selesai pada pukul 04.00.
Ritual Nondoi dan Belian ini dilaksanakan untuk berbagai tujuan. Bisa untuk ritual bersih-bersih kampung dari hal-hal yang tidak diinginkan, bisa untuk pengobatan, hingga pembangunan rumah adat. Semua tergantung kepada si empu yang punya hajat.
Setelah ritual selesai, dilanjutkan dengan acara makan bareng oleh semua yang hadir di acara tersebut sebagai penutup. Acara Nondoi ini tak eksklusif bagi adat setempat tapi juga bisa disaksikan wisatawan. Para wisatawan juga diperkenankan ikut bergabung dalam rangkaian ritual tapi hanya sebatas memainkan musik petep. Sedangkan untuk kenong hanya bisa dimainkan untuk mereka yang mewarisi keturunan leluhurnya.
Bagi masyarakat Paser, ritual ini merupakan upaya mereka dalam menghormati para leluhur. Dengan ritual itu masyarakat berharap agar mendapat hasil melimpah saat berladang atau bekerja.
Kekayaan budaya di calon ibu kota negara baru Indonesia ini sudah menjadi event wisata. Setiap tahun biasanya pemerintah Penajam Paser Utara menyelenggarakan pesta Belian Adat Paser Nondoi. Pesta ini memadukan unsur budaya lokal dengan hiburan dan kegiatan lomba yang dikemas sebagai ajang menampilkan beraneka ragam budaya khas untuk melestarikan budaya asli “Benuo Taka” (sebutan Kabupaten Penajam Paser Utara).
Sumber : Infopublik.id