Surat Sultan Seman kepada James Brooke ada di Museum Brunei.
Bandar Seri Begawan— Pusat Sejarah Brunei mengadakan Konvensyen penBorneo 2013 dari tanggal 13-14 Mei 2013 di Bandar Seri Begawan Brunei Darussalam. Acara tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesadaran pentingnya sejarah Borneo dan meningkatkan pengkajian tentang sejarah dan hal-hal berkaitan dengan masa depan Borneo. Hal ini dilakukan untuk melakukan penyelematan warisan budaya Borneo dalam rangka menghadapi masalah global. Bagi Negara Brunei dan kawasan kerajaan dan kesultanan lain di Kalimantan Barat, Selatan dan Timur merupakan kesinambungan pemahaman peradaban Melayu Islam dan Dayak.
Konvensyen panBorneo diikuti oleh seluruh utusan kerajaan dan kesultanan di kawasan Borneo/Kalimantan dan kalangan Universitas Brunei, Serawak, dan Sabah Malaysia serta dari Holland untuk mempertemukan pemikiran dan kajian borneo di masing-masing tempat, termasuk peradaban, agama, social budaya, adat tradisi, manuskrip dan sejarah kerajaan/kesultanan.
Kegiatan ini dibagi dalam dua komponen program yakni pameran sumber kajian borneo dan penyampaian makalah sekitar 41 judul yang juga dihadiri para peninjau, mahasiswa, guru-guru Negara Brunei Darussalam dan peminat kajian Borneo.
Dari Kalimantan Selatan dihadiri oleh dua orang utusan Kesultanan Banjar yakni DMA H. Syarifuddin yang mengangkat judul makalah Kerakatan Kerajaan dalam Hubungan Budaya sebagai Jendela Borneo. Sedangkan DCH Taufik Arbain mengangkat judul makalah Perang Banjar, Migrasi dan Penyebaran Islam di Negeri Serumpun Melayu Borneo.
Menurut Taufik Arbain kehadiran kesultanan Banjar di konvensyen tersebut merupakan kehormatan dari kerajaan Brunei Darussalam untuk berbagi pikiran tentang kepentingan peradaban Borneo khususnya peradaban Melayu yang dilakukan Kesultanan Banjar sejak masa lalu hingga sekarang di selatan Borneo.
“ Pada acara tersebut kita bisa mendengarkan beberapa paparan dari pihak Kesultanan lain di Kalimantan, Brunei dan universitas di Sabah, Serawak dan Brunei sehingga mendapatkan titik temu dan saling tali temali atas pengkajian-pengkajian borneo”, ungkap dosen Fisip Unlam ini.
Sementara itu menurut DMA Syarifuddin, kegiatan yang dicadangkan oleh Kerajaan Brunei sebagai Pusat Kajian Borneo akan mengeratkan hubungan antar pihak dan saling memberi, membangun silaturahmi dan kunjungan dalam rangka melakukan pengkajian borneo dan mengkomunikasikan perkembangan masing-masing.
Tim Kesultanan Banjar mendapati manuskrip surat Sultan Muhammad Seman yang berkuasa di Puruk Cahu di Museum Sejarah Brunei yang ditujukan kepada James Brooke yang berkuasa di Serawak. Surat tersebut tercatat dalam tahun 1885 yang berisikan tentang kondisi memprihatikan peperangan bersama etnis Dayak yang dilakukan Sultan Muhammad Seman, setidaknya pasca meninggalnya Panembahan Antasari.
“ kami memperkirakan Sultan Muhammad Seman telah melakukan persuratan cukup intens dengan penguasa Inggris di Serawak tersebut. Sekalipun pada surat itu tidak ada berisi permohonan bantuan sebagaimana surat yang mereka kirim ke Kesultanan Kutai. Fakta demikian tidak kami temui banyak literature di Banjarmasin karena berkiblat pada data Belanda. Sementara surat yang berstempel Sultan tersebut ada pada data Pemerintahan Inggris yang disimpan oleh museum Brunei. Ini sebuah fakta baru,” ungkap Taufik Arbain.
Menurut Taufik surat yang dikirim Muhammad Seman kepada penguasa Inggris di Serawak tersebut bisa jadi Seman memainkan peran agar Inggris menahan laju penguasaan tanah jajahan Belanda. Boleh jadi dengan segala bentuk perjanjian baru. Fakta lain juga adanya pergerakan pelarian perang ini ke Kesultanan Landak, yang ternyata rakyat Sultan Landak hampir 80% kala itu orang Banjar yang sekarang ini menjadi Melayu Landak Kalimantan Barat.***