Terdakwa Pencemaran Nama Baik Melisa Alima Bacakan Pledoi, Minta Majelis Hakim Putus Bebas
KBK.News, BANJARMASIN– Persidangan perkara dugaan pencemaran nama baik dengan terdakwa Melisa Alima kembali berlangsung panas di ruang Kartika Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, Senin (29/9/2025). Agenda kali ini adalah pembacaan pledoi atau nota pembelaan.
Melalui penasihat hukumnya, Henny Puspitawati SH MH, Melisa secara tegas meminta majelis hakim membebaskannya dari seluruh dakwaan maupun tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Kami minta bebas, karena apa yang diposting oleh terdakwa merupakan fakta hukum, bukan fitnah,” ujar Henny di hadapan majelis hakim yang diketuai Indra Meinantha Vidi SH.
Sebelumnya, JPU Ira Dwi Purbasari SH menuntut Melisa dengan pidana 1 tahun penjara karena dinilai terbukti melanggar Pasal 45 ayat (4) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Pledoi Bongkar Fakta Baru
Dalam pembelaannya, Henny menilai dakwaan dan tuntutan JPU tidak selaras dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri.
Menurutnya, perkara pokok dugaan investasi bodong yang melibatkan Fitrian Noor seharusnya dituntaskan lebih dulu sebelum menyeret kliennya ke meja hijau dengan laporan pencemaran nama baik.
Kuasa hukum Melisa juga menyerahkan 17 bukti surat serta tangkapan layar (screenshot) postingan dari pelapor, Ramlah, yang disebut pernah mengakui mempromosikan investasi tersebut.
Bahkan, dalam unggahannya, pelapor diyakini menjanjikan keuntungan besar dan menyebut investasi itu aman.
“Kalau memang fakta, tidak bisa disebut pencemaran nama baik. Sesuai keterangan ahli Teguh Apriadi yang dihadirkan JPU, jika itu fakta maka gugur pasal pencemaran nama baiknya,” jelas Henny.
Awal Mula Kasus
Kasus ini bermula dari keterlibatan nama Melisa dalam perkara investasi bodong yang menyeret seorang oknum Bhayangkari, Fitrian Noor.
Dalam prosesnya, Melisa sempat membuat unggahan di akun TikTok publiknya yang menyudutkan Ramlah, yang juga disebut sebagai korban investasi tersebut.
Unggahan Melisa memuat tudingan serta foto korban yang diedit dengan tulisan bernada keras.
Jaksa menilai postingan itu menuduh Ramlah ikut mempromosikan investasi ilegal, sehingga dianggap menyerang kehormatan.
Ahli bahasa Dr. Titik Wijanarti SS MA menyatakan unggahan tersebut memenuhi unsur menyerang kehormatan, sementara ahli ITE Teguh Arifiadi SH MH menilai postingan di akun pribadi TikTok menunjukkan adanya kesengajaan.
Sidang akan kembali dilanjutkan pekan depan dengan agenda replik jaksa atas pledoi terdakwa, sebelum masuk pada duplik dan akhirnya pembacaan putusan majelis hakim.