Kuasa hukum Paslon Gubernur Kalsel Haji Denny Indrayana – Haji Difriadi dalam siaran pers-nya sangat kecewa atas putusan sidang DKKP, sebab fakta persidangan berbanding terbalik dengan putusan majelis hakim, Rabu (10/2/2021).
Banjarbaru | Rabu, 10 Februari 2021, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) melaksanakan sidang pembacaan putusan perkara nomor 178-PKE – DKPP/XI/2020 dan 179-PKE-DKPP/XI/2020 dengan teradu seluruh Komisioner Bawaslu Kalimantan Selatan. Hasilnya, hanya Azhar Ridhanie yang dijatuhi sanksi teguran keras.
Sementara Erna Kasypiah (Ketua), Iwan Setiawan, Aries Mardiono, dan Nur Kholis Majid dinyatakan tidak terbukti melanggar kode etik, sehingga direhabilitasi nama baiknya.
Putusan tersebut sangat mengecewakan dan berbanding terbalik dengan jalannya
persidangan yang diselenggarakan pada 21 Januari 2021. Fakta-fakta penting yang seharusnya menjadi perhatian utama DKPP, justru luput dalam pertimbangan putusan yang baru saja dibacakan.
Video Fakta Persidangan DKPP
Pertama, DKPP tidak mempertimbangkan fakta terdapat 2 (dua) putusan (kajian)
yang dikeluarkan oleh Bawaslu Kalsel untuk 1 (satu) laporan yang sama, yaitu laporan penggunaan tagline kampanye oleh Petahana. Versi pertama menyatakan seluruh unsur pelanggaran terpenuhi, versi kedua menyatakan ada 1 (satu) unsur yang tidak terpenuhi.
Dengan adanya 2 (dua) versi putusan saja sudah cukup beralasan untuk memecat seluruh komisioner Bawaslu Kalsel. Namun DKPP hanya mempertimbangkan putusan versi kedua dan menjatuhkan sanksi peringatan keras terhadap seorang komisioner berdasarkan putusan versi kedua tersebut. Bahkan DKPP sama sekali tidak mempertimbangkan fakta adanya dua kajian tersebut, seakan-akan hal demikian sama sekali tidak masalah.Sesuatu yang tentu sangat
aneh, ada apa dengan DKPP?
Kedua, DKPP tidak mempertimbangkan fakta bahwa 4 (empat) komisioner Bawaslu Kalsel yang lain tidak membaca hasil kajian sebelum memutus, padahal, hasil kajian merupakan dokumen tertulis di mana seluruh klarifikasi dari para pihak dan ahli dituangkan.
Kami merasa ada kalimat yang dipelintir seakan-akan hasil kajian tersebut belum selesai sehingga belum dapat dibaca oleh komisioner lain selain Azhar Ridhanie, sehingga hanya Azhar yang terkesan bersalah.
Padahal, rapat pleno pengambilan putusan harus berdasarkan hasil kajian. Sekali lagi kenapa putusan DKPP menjadi aneh, ada apa dengan DKPP?
Ketiga, Ketua Bawaslu Kalsel, Erna Kasypiah terbukti telah berbohong dihadapan Majelis DKPP terkait tidak diberikannya Berita Acara Pemeriksaan Saksi yang merupakan hak Para Saksi kepada Pengadu. Erna beralasan Pengadu meminta BAP Saksi tanpa disertai surat kuasa, sehingga disuruh melengkapi surat kuasa terlebih dahulu. Padahal faktanya, pengadu telah meminta BAP Saksi disertai dengan 20 (dua puluh) surat kuasa atas nama seluruh saksi yang diajukan, namun ditolak dengan alasan BAP Saksi merupakan dokumen yang dikecualikan.
Setelah menerima surat penolakan tersebut, Pengadu beserta tim mendatangi Bawaslu Kalsel dan terjadi perdebatan sengit, hingga akhirnya Bawaslu Kalsel memberikan BAP Saksi-Saksi.
Ketua DKPP dalam persidangan sempat menyatakan akan memecat teradu yang
ketahuan berbohong, ironisnya, Erna Kasypiah justru direhabilitasi nama baiknya.
Mengapa DKPP berbalik melakukan rehabilitasi kebohongan? Ada apa dengan
DKPP?
Kami sangat menyayangkan 3 (tiga) fakta yang krusial tersebut justru luput dari perhatian DKPP. Ini bukan hanya persoalan profesionalitas semata, melainkan perihal KEADILAN DEMOKRASI dan INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU yang menentukan bagaimana nasib rakyat Kalimantan Selatan selama 5 tahun kedepan. Bagi kami jelas putusan DKPP yang hanya mengorbankan dan menumbalkan salah satu komisioner saja menimbulkan banyak pertanyaan menggelitik: Ada apa dengan DKPP?
Hormat kami,
Tim Hukum H2D
Zamrony, S.H., M.Kn., CRA.
Muhamad Raziv Barokah, S.H., M.H.
Jurkani, S.H.
Muhammad Isrof Parhani, S.H. CIL