KBK.News, WASHINGHTON – Pertemuan antara Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan mantan Presiden AS Donald Trump pada 28 Februari 2025 di Gedung Putih berakhir dengan insiden mengejutkan. Setelah diskusi yang penuh ketegangan, Trump secara tidak langsung mengusir Zelenskyy dan delegasinya, membatalkan agenda yang tersisa, termasuk konferensi pers dan penandatanganan perjanjian mineral langka.
Ketegangan meningkat ketika Wakil Presiden AS JD Vance mempertanyakan sikap Zelenskyy yang dianggap kurang berterima kasih atas bantuan AS. Trump kemudian menekan Zelenskyy untuk mempertimbangkan konsesi kepada Rusia, dengan mengatakan, “Anda tidak berada dalam posisi yang baik. Anda tidak memiliki kartu untuk negosiasi.”
Zelenskyy membalas dengan tegas, “Saya tidak bermain kartu, Tuan Presiden. Saya adalah presiden di tengah perang.” Pernyataan itu tampaknya membuat suasana semakin memanas.
Tak lama setelah itu, Trump, bersama Vance dan Menteri Luar Negeri Marco Rubio, memutuskan bahwa diskusi tidak lagi produktif. Delegasi Ukraina dipindahkan ke Roosevelt Room tanpa kejelasan apakah pertemuan akan berlanjut. Beberapa saat kemudian, Rubio dan Penasihat Keamanan Nasional Michael Waltz masuk dan menyampaikan pesan bahwa pertemuan telah selesai, secara halus meminta Zelenskyy untuk pergi.
Zelenskyy pun meninggalkan Gedung Putih lebih awal dari jadwal, tanpa ada kesepakatan yang dicapai. Insiden ini langsung memicu reaksi internasional. Para pemimpin Eropa, termasuk Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Olaf Scholz, menyatakan solidaritas mereka terhadap Ukraina.
Sementara itu, Zelenskyy yang kemudian bertolak ke Inggris disambut dengan hangat oleh Perdana Menteri Keir Starmer. Ia bahkan menerima sorakan dukungan dari masyarakat yang berkumpul di luar Downing Street, kontras dengan perlakuan yang ia terima di Washington.
Konfrontasi ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai masa depan hubungan AS dan Ukraina di bawah kepemimpinan Trump. Banyak yang kini mempertanyakan apakah AS masih akan menjadi sekutu utama Ukraina dalam perang melawan Rusia.