Uang Restitusi tak Kunjung Dibayar, Orang Tua Korban Penusukan SMAN 7 Gugat Keluarga Pelaku
KBK.News, BANJARMASIN – Kasus penusukan di SMAN 7 Banjarmasin kembali mencuat ke publik. Melalui kuasa hukumnya dari Kantor Isrof SH dan Rekan, orang tua korban resmi mengajukan gugatan terhadap orang tua pelaku Ahmad Subhan karena hingga kini belum membayar uang restitusi sebesar Rp78,8 juta sebagaimana putusan pengadilan.
Sidang gugatan perdata sempat dibuka dengan majelis hakim dipimpin Asni Mereanti, SH.
Namun, gugatan tersebut akhirnya dicabut oleh penggugat untuk diperbaiki, dengan alasan akan menambahkan institusi kejaksaan sebagai turut tergugat.
Kuasa hukum korban, Kurniawan SH, menjelaskan bahwa langkah gugatan terpaksa ditempuh karena kewajiban restitusi tidak kunjung dilaksanakan. “Sesuai aturan, satu bulan setelah putusan uang itu seharusnya segera dibayarkan.
Putusan kasasi sudah keluar sejak Oktober 2024, tetapi hingga kini belum ada realisasi,” ujarnya kepada wartawan.
Menurutnya, pihak keluarga korban sudah berupaya meminta secara langsung, namun pihak orang tua pelaku hanya meminta waktu.
Bahkan, pada Januari 2025 pihaknya sudah melayangkan surat kepada kejaksaan untuk melakukan eksekusi, tetapi sampai sekarang belum ada tindak lanjut. “Padahal sesuai Perma No 1 Tahun 2022, jaksa memiliki kewenangan melakukan eksekusi, termasuk penyitaan harta benda, guna menunaikan kewajiban tersebut,” tegasnya.
Diketahui, majelis hakim tingkat pertama yang diketuai Arias Dedy SH memvonis pelaku anak berhadapan dengan hukum (ABH) dengan hukuman 1 tahun pembinaan di Panti Perlindungan Sosial dan Rehabilitasi Anak dan Remaja (PPSRAR), serta mewajibkan orang tua pelaku membayar restitusi sebesar Rp79,8 juta.
Putusan itu dikuatkan hingga tingkat kasasi.
Kasus penusukan yang menggegerkan publik itu terjadi di ruang kelas X SMAN 7 Banjarmasin, Senin (31/7/2023) pagi, jelang upacara bendera.
Pelaku yang masih di bawah umur menikam teman sekelasnya dengan senjata tajam hingga korban mengalami empat luka tusuk di lengan dan perut.
Peristiwa yang terekam CCTV sekolah itu berakhir di ranah hukum setelah upaya diversi gagal dilakukan di kepolisian, kejaksaan, maupun pengadilan.