KBK.NEWS JAKARTA – Kementerian Kesehatan menegaskan vaksin polio yang digunakan di Indonesia terjamin keamanannya untuk anak -anak atau Balita, Minggu (28/7/2024).
Beredar narasi di media sosial yang menyebutkan bahwa vaksin polio memicu kanker dan HIV. Klaim itu dikaitkan dengan kontaminasi vaksin polio dengan virus simian 40 (SV40) dan dugaan efek dari Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI) di Afrika.
Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Prima Yosephine, menegaskan bahwa vaksin polio yang digunakan di Indonesia saat ini terjamin keamanannya.
Dalam keterangan resminya yang dikutip pada Sabtu (27/7/2024), Prima menjelaskan, vaksin polio tetes yang digunakan saat Program Imunisasi Nasional (PIN) adalah novel Oral Polio Vaccine Type 2 atau nOPV2, yang diproduksi oleh PT Bio Farma.
“Vaksin ini mengandung virus polio tipe 2 yang hidup dan dilemahkan. Berbagai penelitian menunjukkan, vaksin nOPV2 aman dan dapat ditoleransi oleh golongan usia bayi dan anak,” jelas Prima.
Data Keamanan nOPV2 telah dikaji oleh Global Advisory Committee on Vaccine Safety (GACVS) berdasarkan data dari 253 juta dosis nOPV2 yang diberikan di 13 negara. Hasil kajian menyimpulkan bahwa tidak ada risiko berbahaya.
Menurut Prima, vaksin nOPV2 sudah digunakan di Indonesia sejak akhir 2022. Hal itu saat pelaksanaan Sub PIN di Aceh dan Sumatra Utara, serta di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kabupaten Sleman, DIY.
“Seluruh laporan KIPI serius merupakan koinsiden, tidak ada yang berhubungan dengan vaksin atau pemberian imunisasinya, sehingga disimpulkan bahwa vaksin itu aman,” tegas Prima.
Vaksin Polio saat Ini tidak Mengandung Virus SV40
Merujuk pada informasi dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC), penelitian vaksin polio yang menemukan adanya kontaminasi virus SV40 dilakukan pada hewan. Temuan itu menimbulkan kekhawatiran bahwa SV40 dapat menyebabkan kanker pada manusia. Namun, sebagian besar penelitian yang mengamati hubungan antara SV40 dan kanker tidak menemukan hubungan sebab akibat antara vaksin polio yang terkontaminasi SV40 dan perkembangan kanker.
Buku “Vaccines and Your Child: Separating Fact from Fiction” yang diterbitkan oleh Columbia University Press pada 2011 menjelaskan secara rinci tentang vaksin polio dan virus SV40. Pada 1960, ditemukan kontaminasi virus SV40 ketika vaksin polio disuntikkan pada hamster yang baru lahir, mengakibatkan tumor besar di bawah kulit serta di paru-paru, ginjal, dan otak.
Setelah penemuan itu dipublikasikan, kekhawatiran muncul karena vaksin polio sudah disuntikkan kepada jutaan anak di AS, Inggris, Jerman, dan Swedia. Para peneliti kemudian melakukan serangkaian studi yang membandingkan prevalensi kanker pada anak-anak yang menerima vaksin polio yang terkontaminasi virus SV40 dengan anak-anak yang tidak divaksinasi. Hasilnya, angka kejadian kanker pada kedua kelompok adalah sama.
Pada pertengahan 1990-an, otoritas kesehatan menyimpulkan bahwa vaksin polio yang terkontaminasi SV40 tidak menyebabkan kanker. Selain itu, ditegaskan bahwa tidak ada vaksin polio yang digunakan saat ini mengandung virus SV40.
Tidak ada bukti kuat yang mendukung bahwa vaksin polio dapat memicu HIV. Dalam jurnal berjudul “Polio vaccine samples not linked to AIDS” yang diterbitkan di Nature pada 26 April 2001, para peneliti tidak menemukan bukti yang mendukung hipotesis bahwa HIV-1 ditularkan melalui vaksin polio tetes.
Sumber infopublik