
Yakuza. (Istimewa/REUTERS/Kim Kyung-Hoon)
KBK.News, TOKYO– Kelompok kejahatan terorganisasi terbesar di Jepang, Yamaguchi-gumi, secara resmi mengajukan janji tertulis kepada kepolisian untuk mengakhiri konflik internal berdarah dengan kelompok sempalan yang lahir dari perpecahan pada 2015 lalu.
“Anggota senior menyerahkan surat secara langsung kepada polisi pada Senin, berisi janji untuk mengakhiri seluruh pertikaian,” ujar seorang pejabat kepolisian kepada AFP, Kamis (10/4/2025). “Tidak akan menimbulkan masalah,” tambahnya.
Langkah ini disinyalir sebagai upaya melonggarkan berbagai pembatasan yang diberlakukan pemerintah Jepang terhadap aktivitas yakuza sejak meletusnya gelombang kekerasan pada 2020. Janji tersebut disampaikan di Prefektur Hyogo, wilayah barat Jepang, tempat markas besar Yamaguchi-gumi berada.
Meski begitu, rencana balasan dari kelompok sempalan masih belum jelas. Pihak kepolisian Hyogo belum dapat memastikan apakah situasi akan benar-benar mereda.
Tidak seperti mafia Italia atau triad China, yakuza selama ini menempati wilayah abu-abu dalam hukum Jepang. Keberadaan mereka tidak dilarang secara hukum dan bahkan memiliki kantor pusat yang diketahui publik serta diawasi oleh aparat.
Yakuza tumbuh dari kekacauan pasca-Perang Dunia II menjadi organisasi bernilai miliaran dolar. Mereka terlibat dalam berbagai aktivitas ilegal seperti perdagangan narkoba, prostitusi, pemerasan, hingga kejahatan kerah putih.
Selama beberapa dekade, yakuza dianggap sebagai “kejahatan yang dibutuhkan” untuk menjaga ketertiban di jalanan Jepang. Namun, pengetatan regulasi, tekanan sosial, dan pelemahan ekonomi telah membuat keanggotaan mereka terus merosot.
Data kepolisian menunjukkan, pada 2024 jumlah anggota yakuza turun hingga di bawah 20.000 untuk pertama kalinya, dengan total 18.800 anggota. Meski melemah secara jumlah, kelompok ini tetap dianggap sebagai ancaman karena aktivitas kriminal mereka yang tersembunyi.
Tato masih menjadi simbol khas dunia yakuza, meski kini mulai berubah makna. Masyarakat Jepang cenderung menghindari orang bertato, termasuk melarang mereka masuk ke kolam renang atau pemandian umum (onsen), bahkan wisatawan asing tak luput dari larangan tersebut.
Dengan janji tertulis ini, masa depan kelompok kriminal paling legendaris di Jepang ini kini bergantung pada konsistensi mereka menepati komitmen damai tersebut.
Penulis*/ Editor : Iyus