KBK.NEWS JAKARTA – YLBHI Mengingatkan Raja Juli dan Prabowo tentang ancaman bagi rakyat akibat rencana Kementerian Kehutanan membuka lahan 20 juta hektar dengan dalih mendukung ketahanan pangan dan energi, Selasa (14/1/2025).
Menurut Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), kebijakan tersebut tidak hanya memicu deforestasi dan kerusakan lingkungan, tetapi juga beresiko menimbulkan pelanggaran HAM berat. Pelanggaran HAM berat, yakni penyingkiran secara paksa masyarakat lokal/adat (eksklusi).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada tahun 2003 tercatat sekitar 48,8 juta jiwa atau 22 persen dari 219,9 juta penduduk Indonesia yang tinggal di dalam dan sekitar hutan, sebagian besar diantaranya termasuk penduduk miskin dan memiliki mata pencaharian langsung dari hutan. Artinya, pembukaan lahan 20 juta Ha menjadi ancaman serius dan berdampak luas bagi puluhan juta masyarakat miskin dan rentan yang selama ini bergantung pada hutan sebagai sumber pangan dan penghidupan.
Mengingat pola pengambilan kebijakan terhadap proyek-proyek ambisius Pemerintah khususnya Proyek Strategis Nasional (PSN) sejak awal telah mengabaikan hak atas informasi dan partisipasi masyarakat lokal/adat sebagai hak atas pembangunan yang paling mendasar. Di sisi lain, pelibatan TNI dan Polisi dalam proyek ketahanan pangan kian meyakinkan jika proyek ini akan dijalankan secara represif mengingat banyaknya jejak kekerasan Polisi dan TNI pada PSN sebelumnya, misalkan yang terjadi pada Proyek Rempang Eco City, food estate di Merauke, dan lainnya.
Karena itu YLBHI memastikan kebijakan ini tidak mematuhi standar hak asasi manusia, khususnya yang diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang Kovenan Hak Ekosob (Pasal 11, paragraf 1) dan UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Kovenan Hak Sipol (Pasal 17, 23 dan 27). Ini adalah praktek kebijakan dengan niat jahat yang sistematis.
Selama ini, praktek pembukaan lahan dalam skala besar khususnya di wilayah PSNr menjadi sumber konflik agraria dan epicentrum kekerasan terhadap masyarakat lokal/adat. Penggusuran paksa, kriminalisasi, dan kekerasan yang menyertainya sudah menjadi pola berulang. Berdasarkan data YLBHI, dalam tiga tahun terakhir, terdapat sekitar 190 kasus kriminalisasi terhadap masyarakat lokal/adat tinggal di dalam/sekitar kawasan hutan. Kasus-kasus ini menunjukkan pola pelanggaran HAM yang sistematis, dimana pengambilan kebijakan tidak transparan-partisipatif dan masyarakat yang mempertahankan haknya akan berhadapan dengan ancaman, intimidasi, hingga penangkapan sewenang-wenang.
Lebih lanjut, berdasarkan data penanganan kasus LBH-YLBHI mencatat akibat dari penggusuran paksa, orang-orang sering kali kehilangan tempat tinggal dan hak hidup layak, hak atas pangan, hak atas budaya, hak atas pekerjaan dan tanpa sarana untuk mencari nafkah dan sering kali tidak memiliki akses yang efektif terhadap penyelesaian hukum atau penyelesaian lainnya. Dimana penggusuran paksa seringkali menyasar sektor masyarakat yang paling miskin dan rentan, terutama perempuan, anak-anak, dan masyarakat adat.
Untuk itu, kami mendesak Pemerintah:
1. Menghentikan rencana pembukaan lahan 20 juta hektar dalam kawasan hutan;
2. Pemerintah harus kembali pada prinsip yang demokratis, keadilan sosial, dan keberlanjutan dalam setiap kebijakan, serta memastikan bahwa kebijakan pangan dan energi benar-benar untuk kesejahteraan rakyat.
Sumber : YLBHI