MELBOURNE – Guru Besar Hukum Tata Negara, Prof. Denny Indrayana menjadi pembicara di International Conference of Indonesian Student (KIPI) 2022 sebut DUITokrasi penyebab kegagalan sistem hukum Indonesia dan hancurkan demokrasi, Minggu (15/5/2022).
Acara yang diselenggarakan secara hybrid oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Australia pada tanggal 14-15 Mei 2022 di Colombo Theater A, the University of New South Wales (UNSW), Sydney, Australia ini mengusung tema “Indonesia Post-Pandemic Landscape: Progressing to Achieve the Sustainable Development Goals (SDGs)”.
Pada kesempatan ini tampil sebagai pembicara Prof. Andy Gao-Language Teacher Educator UNSW, Dr. Marsia Gustiananda-Kepala Biomedis International Institute for Life-Sciences, dan Dr. Amanda Achmadi-Dosen Arsitek Melbourne University. Konferensi dibuka dan dihadiri oleh Dr. Siswo Pramono-Duta Besar Indonesia di Australia, Prof. Attila Brungs-Presiden UNSW, dan pihak lainnya.
Denny Indrayana yang berbicara dalam panel Law and Society tersebut mengangkat topik kegagalan sistem hukum Indonesia (Indonesia’s Failed Legal System). Menurut advokat dan Senior Partner pada Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (INTEGRITY) Law Firm ini, kegagalan sistem hukum di Indonesia diakibatkan masifnya praktik DUITokrasi atau daulat uang, serta Rule of Law yang telah dibajak oleh oligarki yang diperparah dengan pelemahan KPK.
“DUITokrasi adalah istilah yang saya gunakan untuk menggambarkan bagaimana daulat duit, telah merajalela yang mengalahkan demokrasi dan daulat rakyat. Sesungguhnya permasalahan sektor hukum dan demokrasi di Indonesia telah berada dalam situasi yang mengkhawatirkan dan menyedihkan, karena adanya praktik-praktik DUITokrasi. Hal itu terjadi di hampir semua sektor, khususnya sektor politik, serta praktik-praktik korupsi, mafia hukum dan mafia peradilan yang merusak sistem hukum kita”, ungkap Staf Khusus Presiden bidang Hukum, HAM dan Pemberantasan KKN (2008-2011) ini.
DUITokrasi yang telah merambah sistem penegakan hukum kita melalui praktik mafia hukum dan mafia peradilan, ungkap Denny, menyebabkan sistem hukum kita menjadi sistem hukum yang relatif gagal (failed legal system). Kondisi hukum Indonesia sekarang telah dibajak oleh DUITokrasi dan oligarki yang koruptif, menjadikan demokrasi hanya sebagai aspek formal dan dilaksanakan hanya sesuai prosedur, tidak mencapai titik substansi sejatinya.
“Saya rasa tidak perlu menjadi sarjana hukum atau politik untuk menyadari, bahwa ada masalah pada sistem hukum kita. Apabila melihat realitanya, maka dengan berat hati saya katakan bahwa demokrasi Indonesia telah dibunuh oleh DUITokrasi (Duitokrasi kills democracy). Daulat rakyat telah ditikam mati oleh kekuatan uang yang menjadi penentu pemenang dalam pemilu. Bahkan uang juga bisa menjadi penentu siapa pemenang kasus yang tengah bergulir di pengadilan”, tutur Wakil Menteri Hukum dan HAM (2011-2014) tersebut.
Upaya untuk mengatasi permasalah hukum di Indonesia, beber Haji Denny Indrayana, hanya bisa dilakukan melalui cara-cara yang luar biasa (extraordinary efforts) atau bahkan radikal (radical measures). Tidak semata-mata dari atas (upstream) dengan memilih presiden seperti menghapus presidential threshold tetapi juga dari bawah (downstream) melalui gerakan masyarakat sipil yang efektif.
“Gerakan masyarakat sipil kita juga saat ini telah terkontaminasi dengan berbagai praktik DUITokrasi tersebut,” pungkas Pakar Hukum Tata Negara ini.