KBK.News, BANJARBARU – Anggota DPR RI Dapil Kalimantan Selatan I, H. Muhammad Rofiqi, kembali meneguhkan komitmennya dalam memperkuat ideologi bangsa melalui kegiatan Sosialisasi Pembinaan Ideologi Pancasila, yang digelar pada 4 dan 6 Agustus 2025 di Hotel Grand Qin, Banjarbaru.

Dengan mengusung tema “Menanamkan Nilai Pancasila sebagai Landasan Kehidupan Berbangsa dan Bernegara,” kegiatan ini diikuti ratusan peserta dari berbagai elemen masyarakat, termasuk tokoh agama, tokoh adat, akademisi, pelaku UMKM, pemuda, hingga ibu rumah tangga.

Dalam paparannya, Rofiqi menekankan bahwa Pancasila bukan sekadar semboyan formal, melainkan nilai hidup yang sudah lama membumi di Kalimantan Selatan.

“Di Banua ini, kita punya falsafah luhur seperti waja sampai kaputing keteguhan memperjuangkan kebenaran hingga akhir. Ada budaya manyandang, saling menanggung beban tanpa pamrih, dan bapakat, tradisi musyawarah dalam menyelesaikan masalah. Semua itu cerminan nyata dari sila-sila Pancasila,” ujar Anggota Komisi XIII DPR RI ini, Senin (4/8/2025) pagi.

Ia menilai bahwa tantangan ideologis bangsa saat ini tidak hanya datang dari luar, tetapi juga dari dalam, seperti menipisnya rasa memiliki terhadap negara, meningkatnya individualisme, serta lunturnya kesadaran kolektif terhadap nilai-nilai luhur kebangsaan.

Rofiqi juga menyoroti pentingnya membekali generasi muda dengan pondasi ideologis yang kuat. Di tengah derasnya arus informasi digital, ia melihat banyak ruang publik yang dipenuhi ujaran kebencian, intoleransi, dan hoaks.

“Pancasila harus menjadi kompas moral dan etika digital bagi generasi muda. Bahasa dan cara penyampaiannya boleh menyesuaikan zaman, tapi ruhnya tidak boleh pudar,” tegas Ketua DPC Gerindra Kabupaten Banjar tersebut.

BACA JUGA :  Cegah Stunting, Syaifullah Tamliha Ajak Anak Gemar Konsumsi Ikan

Menurut Rofiqi, nilai-nilai Pancasila bukan hal asing bagi masyarakat Banua, sebab telah hidup dan melekat dalam keseharian masyarakat Kalimantan Selatan:

Sila Pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa): Kalsel dikenal religius melalui tradisi pengajian, haul akbar, dan tokoh ulama besar seperti Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari.

Sila Kedua (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab): Budaya baimbai (kerja sama tanpa pamrih) dan kesopanan mencerminkan keadaban khas masyarakat Banjar.

Sila Ketiga (Persatuan Indonesia): Kerukunan etnis Banjar, Dayak, Bugis, dan Jawa memperlihatkan harmoni dalam bingkai kebhinekaan.

Sila Keempat (Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan): Tradisi bapakat dan musyawarah kampung menjadi sarana demokratis menyelesaikan persoalan.

Sila Kelima (Keadilan Sosial): Semangat Murakata (Mufakat, Rakat, Seiya-sekata) terlihat dari praktik gotong royong, koperasi, hingga pembagian hasil panen yang adil di pedesaan.

Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian upaya pembinaan ideologi Pancasila oleh anggota DPR RI. Rofiqi menegaskan bahwa pembangunan bangsa tidak cukup hanya fokus pada infrastruktur fisik, tetapi juga memerlukan pembangunan karakter dan nilai.

“Kita tidak hanya membangun jalan dan jembatan, tetapi juga membangun jembatan hati, semangat gotong royong, dan karakter bangsa. Dan Pancasila adalah bintang penuntun itu,” pungkasnya.