MARTAPURA – Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinsos P3AP2KB) Kabupaten Banjar menggelar Rapat Koordinasi (Rakoor) Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) Tahun 2023, Kamis (14/9/2023) siang.
Rakoor tersebut, dihadiri oleh Asisten Pemerintahan dan Kesra H Masruri dan diikuti 25 peserta yang terdiri dari kemenag, KUA, pengadilan agama, sekcam, TP PKK kabupaten, Ketua TP PKK Kecamatan Martapura, Dinkes, DPMPTSP, bagian hukum, Bidang KB dan Puspaga.
Kepala Bidang (Kabid) Kabid Pemberdayaan Perempuan danPerlindungan Anak (PPPA) Dinsos P3AP2KB Banjar, Merilu Ripner, mengatakan Puspaga telah menyikapi tentang tingginya kasus perkawinan anak dan kekerasan perempuan di Kabupaten Banjar.
“Mengingat luasnya wilayah, tidak mungkin hanya bisa dilayani Puspaga tingkat kabupaten saja, kita akan melakukan terobosan dengan pembentukan Puspaga disemua desa dan kelurahan yang tujuannya adalah memberikan edukasi kepada keluarga khususnya mencegah perkawinan anak,” ujar Merilu.
Ditambahkannya, sejauh ini kasus anak tertinggi yang ditangani pihaknya adalah bullying dan pelecehan seksual. Sedangkan kasus perempuan adalah tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
“Menindaklanjuti dua kasus tersebut, kami bekerja sama dengan UPPA Polres Banjar, PATBM, RSUD Ratu Zalecha dan juga memberikan pendampingan UPTD PPA Dinsos P3AP2KB mencoba memberikan solusi serta memfasilitasi terhadap kasus-kasus yang ada berupa pendampingan sikilogis secara gratis terhadap korban,” jelasnya.
“Untuk tahun 2022 total kasus sebanyak 22, dimana dari kasus tersebut 18 kasus anak dan 4 kasus perempuan.Tahun 2023 hingga September total kasus 15 antara lain 10 kasus anak dan 5 kasus perempuan,” ungkapnya.
Asisten Pemerintahan dan Kesra H Masruri berharap melalui rakoor kali ini akan ada persamaan persepsi baik dari aparat kabupaten, kecamatan maupun aparat desa dalam melaksanakan tugas Puspaga terutama pencegahan perkawinan anak.
Sehingga, lanjut Masruri, perkawinan anak bisa sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang sudah dilakukan perubahan. Yang mana batasannya laki-laki dan perempuan berumur 19 tahun.
“Jangan sampai menimbulkan perceraian, yang akhirnya tujuan sakral terwujudnya ketenteraman dalam sebuah rumah tangga justru menjadi malapetaka karena belum siapnya pasangan pengantin baik dari segi fisik, mental dan ekonomi,” pungkasnya.